KONSEP SYUKUR

Sunday, November 30, 2008

BAB I

PENDAHULUAN

Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab.  Kata ini  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah  (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).
Pengertian   kebahasaan   ini  tidak  sepenuhnya  sama  dengan pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) maupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.
Dalam   Al-Quran   kata  "syukur"  dengan  berbagai  bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat  kali.  Ahmad  Ibnu  Faris dalam  bukunya  Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu,
1.      Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan     barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
2.      Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.
3.      Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
4.      Pernikahan, atau alat kelamin.
Untuk lebih jelasnya maka, akan kami bahas dalam pembahasan selanjutnya pada bab-bab berikutnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syukur Menurut Bahasa dan Istilah

Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,dan wa syukuran yang berarti berterima kasih keapda-Nya.[1]

Bila disebut kata asy-syukru, maka artinya ucapan terimakasih, syukranlaka artinya berterimakasih bagimu, asy-syukru artinya berterimakasih, asy-syakir artinya yang banyak berterima kasih.[2]

Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara, yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya.[3]

Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya.[4] Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.[5]

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur menurut istilah adalah bersykur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun perbuatan.

B. Pengertian Syukur dalam Alquran

Ada tiga ayat yang dikemukakan tentang pengertian syukur ini, yaitu sebagai berikut disertai penafsirannya masing-masing.

1. Surah al-Furqan, 25/042: 62

uqèdur Ï%©!$# Ÿ@yèy_ Ÿ@øŠ©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 yŠ#ur& br& tž2¤tƒ ÷rr& yŠ#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ

Artinya:

Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur” (QS. Al-Furqan: 62).

Ayat ini tergolong Makkiyah dan tidak ditemukan sebab turunnya (asbab al-nuzul), ayat ini ada hubungannya dengan ayat sebelumnya bahwa Allah telah membeberkan beberapa dalil tauhid dan menunjuk kepada beberapa tanda-tanda kebesaran dan bukti yang ada di dalam alam yang membuktikan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Kemudian Allah kembali menjelaskan perkataan dan perbuatan mereka yang keji. Karena, sekalipun mereka telah menyaksikan segala bukti, namun mereka tidak meninggalkan perbuatan sesatnya malah berpaling dari mengingat Tuhan, sehingga hanya kalau disembah dan tidak dapat mendatangkan azab kalau tidak disembah. Di samping itu, mereka membantu para penolong, setan dan menjauhi para penolong ar-Rahman. Jika kau heran terhadap sesuatu, maka heranlah terhadap perkara mereka, karena kejahilannya telah sampai kepada membahayakan orang yang datang untuk memberikan kabar gemberia tentang kebaikan yang meyeluruh jika mreka menaati Tuhan, dan mengingatkan mereka dari malapetaka dan kebinasaan jika mereka mengingkari-Nya. Lebih dari itu, rasul tidak mengharapkan imbalan dari dakwah itu.[6]

Allah juga memerintahkan kepada rasulnya agar tidak takut terhadap ancaman dan siksaan mereka, tetapi hendaknya beliau bertawakkal kepada Tuhan, bertasbih seraya memuji-Nya.[7]

Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut bahwa Allah telah menjadikan malam dan siang silih berganti, agar hal itu dijadikan pelajaran bagi orang yang hendak mengamil pelajaran dari pergantian keduanya, dan berpikir tentang ciptaan-Nya, serta mensyukuri nikmat tuhannya untuk memperoleh buah dari keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan kehidupan akhirat maka dia akan kehilangan waktu untuk melakukan-Nya.[8]

Dengan demikian diketahui bahwa ayat yang berkenaan dengan pengertian syukur dalam ayat tersebut pada dasarnya adalah lafal yang berbunyi اراد شكورا Jadi arti syukur menurut al-Maragi adalah mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir tentang cipataan-Nya dengan mengingat limpahan karunia-Nya.[9]

Hal senada dikemukakan Ibn Katsir bahwa syukur adalah bersyukur dengan mengingat-Nya.[10]

Penafsiran senada dikemukakan Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd Rahman Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat Rabb yang telah dilimpahkan-Nya pada waktu itu.[11]

Departemen Agama RI juga memaparkan demikian, bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat Allah dengan jalan mengingat-Nya dan memikirkan tentang ciptaan-Nya.[12]

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat Tuhan-Nya dengan mengingat dan berpikir tentang ciptaan-Nya.

2. Surah Saba, 034/058 :13

tbqè=yJ÷ètƒ ¼çms9 $tB âä!$t±o `ÏB |=ƒÌ»pt¤C Ÿ@ŠÏW»yJs?ur 5b$xÿÅ_ur É>#uqpgø:$%x. 9rßè%ur BM»uÅ#§ 4 (#þqè=yJôã$# tA#uä yŠ¼ãr#yŠ #[õ3ä© 4 ×@Î=s%ur ô`ÏiB yÏŠ$t6Ïã âqä3¤±9$# ÇÊÌÈ

Artinya:

Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”. (QS. Saba: 13).

Ayat ini tergolong surah Makkiyah yang tidak ditemukan asbab al-Nuzul, ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyebut-nyebut apa yang pernah Dia anugrahkan kepada Sulaiman as,. Yaitu mereka melaksanakan perintah Sulaiman as untuk membuat istana-istana yang megah dan patung-patung yang beragam tembaga, kaca dan pualam. Juga piring-piring besar yang cukup untuk sepuluh orang dan tetap pada tempatnya, tidak berpindah tempat. Allah berkata kepada mereka “agar mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah Dia limpahkan kepada kalian”.[13]

Syukur itu bisa berupa perbuatan begitu pula bisa berupa perkataan dan bisa pula berupa niat, sebagaimana dikatakan:

أحديكم النعماء مني ثلاث يدي زلساني و الهير المحيحيا.

Kemudian Dia menyebutkan tentang sebab mereka diperintahkan bersyukur yaitu dikarenakan sedikit dari hamba-hamba-Nya yang patuh sebagai rasa syukur atas nikmat Allah swt dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai kehendak-Nya.[14]

Ayat yang berkaitan dengan pengertian syukur dalam ayat tersebut adalah lafal yang berbunyi:

شكرا- الشكور

Menurut al-Maragi arti kata asy-Syukur di atas adalah orang yang berusaha untuk bersyukur. Hati dan lidahnya serta seluruh anggota tubuhnya sibuk dengan rasa syukur dalam bentuk pengakuan, keyakinan dan perbuatan.[15]

Dan ada pula yang menyatakan asy-syukur adalah orang yang melihat kelemahan dirinya sendiri untuk bersyukur.[16]

Sementara itu Ibn Katsir memberikan arti dari kata asy-syukur adalah berterima kasih atas segala pemberian dari Tuhan yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang.[17]

Penafsiran yang senada dikemukakan oleh jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bkar al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa rasa syukurnya itu dilakukan dengan taat menjalankan perintah-Nya.[18]

Penafsiran yang senada dikemukakan oleh Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa rasa syukurnya itu dilakukan dengan taat menjalankan perintah-Nya.[19]

Sedangkan Depertemen agama RI menyebutkan arti kata dasar asy-syukur adalah bersyukur atas segala nikmat yang dilimpahkan Allah kepada hamba-Nya dengan amal saleh dan menggunakannya sebagaimana mestinya.[20]

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa syukur adalah berterima kasih dengan bersyukur atas segala nikmat yang dilimpahkan-Nya dengan rasa syukur dalam bentuk pengakuan, keyakinan dan perbuatan.

3. Surah al-Insan, 076/098: 9

$oÿ©VÎ) ö/ä3ãKÏèôÜçR Ïmô_uqÏ9 «!$# Ÿw ߃̍çR óOä3ZÏB [ä!#ty_ Ÿwur #·qä3ä© ÇÒÈ

Artinya:

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insaan: 9)

Ayat ini tergolong Madaniyah dan tidak ditemukan sebab turunnya (asbab al-nuzul), ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak meminta dan mengharapkan dari kalian balasan dan lain-lainnya yang mengurangi pahala, kemudian Allah memperkuat dan menjelaskan lagi bahwa Dia tidak mengharapkan balasan dari Hamba-Nya, dan tidak pula meminta agar kalian berterimakasih kepada-Ku[21] dengan demikian diketahui bahwa ayat yang ada kaitannya dengan arti syukur dadlam ayat tersebut pada dasarnya adalah lafal yang berbunyi:

شكورا

Menurut al-Maragi arti kata syukur di atas adalah berterimakasih kepada Allah swt.[22]

Sementara Ibn Katsir mendefenisikan syukur itu adalah ucapan terima kasih.[23]

Hal senada dikemukakan oleh Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din ‘Abd ar-Rahman Abi Bakr al-Suyutiy, syukur adalah berterimakasih kepada Allah swt atas segala nikmat-Nya.[24] Apakah mereka benar-benar mengucapkan hal yang demikian ataukah hal itu telah diketahui oleh Allah swt, kemudian Dia memuji kalian, sesungguhnya dengan masalah ini ada dua pendapat.[25]

Hal senada dikemukkan oleh Departemen Agama RI bahwa syukur adalah ucapan terimakasih.[26]

Hal ini didukung pengertian secara bahasa, bahwa syukur adalah berterima kasih kepada-Nya.[27] Berasal dari kata شكر – يشكر – سكرا yang berarti berterimakasih.[28]

Berdasarkan penafsiran keempat mufasir di atas maka dapat disimpulkan bahwa syukur adalah berterimakasih kepada Allah swt atas segala nikmat-Nya.

Demikianlah uraian tentang pengertian syukur dalam Alquran dengan melihat beberapa penafsiran mufasir terhadap ayat yang telah ditentukan sebelumnya.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam sebuah hadist dikatakan:

`Sungguh aneh perkara orang mu´min, ketika diberi cobaan ia bersabar dan ketika diberi nikmat ia bersyukur`

Syukur berarti tidak hanya dalam hati mengakui tapi juga dalam ibadah dan amal perkataan.

Agar dapat bersyukur diperlukan:

1. Ilmu

2. Kondisi spiritual

3. Amal perbuatan

Pemberi segala nikmat adalah ALLAH, namun seringkali kita menganggap bahwa semua itu karena diri sendiri dan mengenyampingkan Allah. Bersyukur bukan tentang nikmat yang diberikan, tapi bersyukur kepada pemberi nikmat itu sendiri. Kita memberikan kegembiraan kita kepada pemberi nikmat akan nikmat tsbt. Namun seringkali syukur kita masih ditempatkan kepada nikmat & pemberian nikmat tsbt, bukan kepada ALLAH.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Beirut, Dar al-Firk, t.th.

Al-Dimasyqi, Abu al-Fida Ismail Ibn Katsir al-Quraisyi, Tafsir Alquran al-Azim, Kairo, Dar al-Hadis, 1414 H/1993 M.

Al-Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia, Surabaya, Pustaka Progesif, 1984.

Asghari, Basri Iba, Solusi Alquran – Problematika Sosial, politik, dan Budaya, Jakarta, Rinekea Cipta, 1994.

Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jakarta, Ferlia Citra Utama, 1996/1997.

Departemen agama RI, Alquran dan Terjemahnya, Jakarta, Intermasa, 1992.

Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuty, Tafsir Alquran al-Azim, Libanon, Dar al-Fikr, 1991.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta, Hidakarya Agung, 1972.



[1]Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1984), h. 785-786.

[2]Ibid.

[3]Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1972), h. 201.

[4]Departemen agama RI, Alquran dan Terjemahnya, (Jakarta: Intermasa, 1992), h. 409.

[5]Basri Iba Asghari, Solusi Alquran – Problematika Sosial, politik, dan Budaya, (Jakarta: Rinekea Cipta, 1994), Cet. I, h. 68.

[6]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, (Beirut: Dar al-Firk, t.th), Jilid VII, h. 28.

[7]Ibid

[8]Ibid

[9]Ibid

[10]Abu al-Fida Ismail Ibn Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi, Tafsir Alquran al-Azim, (Kairo: Dar al-Hadis, 1414 H/1993 M), Jilid III, h. 313.

[11]Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuty, Tafsir Alquran al-Azim, (Libanon: Dar al-Fikr, 1991), h. 266.

[12]Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, (Jakarta: Ferlia Citra Utama, 1996/1997), jilid VII, h. 39.

[13] Ahmad Mustafa al-Maragi, Op.cit, Jilid VII, h. 67.

[14]Ibid

[15]Ibid

[16] Ibid

[17]Abu al-Fida Ismail Ibn Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi, Op.cint, h. 507.

[18]Jala al-Din Muhammad Ibn Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi, op.cit, h. 507.

[19]Jala al-Din Muhammad Ibn Ahma al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyutiy, Op.cit, h. 309.

[20]Departemen Agama RI, Op.cit, Jilid VII, h. 73.

[21]Ahmad Mustafa al-Maragi, op.cit, Jilid 4, h. 455.

[22]Ibid.

[23]Abu al-Fida ismail Ibn Katsir al-Gurasyi al-Dimasyqi, op.cit, jilid IV, h. 455

[24]Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman Abi Bakr al-Suyutiy, op.cit, h. 423.

[25]Ibid.

[26]Departemen Agama RI, po.cit, Jilid X, h. 537.

[27]Ahmad Warson al-Munawwir, op.cit, h. 784-785.

[28]Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonseia, op.cit, h. 202.

BY: ATMA FATHANA & NOOR HARIYANTI

0 comments: