AGAMA SEBAGAI TINDAKAN SIMBOLIS RITUAL

Friday, December 12, 2008

AGAMA SEBAGAI TINDAKAN SIMBOLIS: RITUAL

Tindakan agama terutama ditampakkan dalam upacara (ritual). Dapat kita katakan bahwa ritual merupakan agama dalam tindakan. Meski ungkapan agama dalam tindakan. Meski ungkapan iman mungkin merupakan bagian dari ritual atau mungkin ritual itu sendiri, imam keagamaan berusaha menjelaskan makna dari tirual serta memberikan tafsiran dan mengarahkan vitalitas dari pelakasnan ritual tersebut. Dalam tingkah laku manusia, sebagaimana diselidiki, mitos dan ritual saling berkaitan. Hanya sedikit, itupun kalau ada, ritual-ritual yang dilembagakan, sebelum suatu dasar mistis diperkenalkan sebagai landasan.

Penghadiran kembali pengalaman keagamaan dalam bentuk kultis adalah pokok bagi kehidupan kelompok keagaman yang bersangkutan, itulah tindakan simbolis. Sebagai perwujudan dari makna religius dan sarana untuk mengungkapkan sikap-sikap religius kita, simbol itu sendiri menjadi pokok ketegangan dan dilema yang terwujud dalam agama.

1. Ritual Suku-suku Primitif

Di antara suku-suku primitif, praktik-praktif kultis berupa bentuk-bentuk dari sesajian sederhana buah-buahan pertama yang ditaruh di hutan atau diladang, sampai pada upacara-upacara yang rumit, di tempat-tempat suci ataupun umum. Tari-tarian pemujan dilakukan di Afrika dengan upacara-upacara yang rumit. Pada upacara tersebut peserta mengenakan topeng-topeng dengan maksud untuk mengindentikan diri mereka dengan roh-roh. Tujuan upacara itu sendiri adalah untuk mewujudkan atau mengulangi peristiwa primordial sehinga dunia, kekuatan vital, hujan, dan kesuburan diperbaharui serta roh-roh leluhur atau dewa-dewa dipuaskan dan keamanan mereka di jamin.

Pada suku Swazi di Afrika Selatan, raja dan ibu Ratu menyelenggarakan enam hari perayaan Incwala. Raja dianggap mati dan memperoleh hidup dan kekuatan baru. Hal ini ia sampaikan kepada rakyatnya. Raja juga mengundurkan diri di tempat terpisah ketika tari-tarian digelarkan dengan pakaian khusus. Pada hari keempat, raja menyantap hasil panen yang baru, kemudian barulah hasil itu boleh dijadikan bahan pangan sehari-hari. Sebagai simbol untuk ini sebuah labu hijau di lempar ke tengah-tengah rakyat untuk ditangkap.

Upacara hujan adalah hal yang umum di banyak tempat Afrika, ada banyak kemiripan antara gejala hujan dan bermacam unsur dari upacara itu sendiri. Ranting-ranting yang masih hijau dibakar untuk menghasilkan asap yang terlihat seolah-olah seperti awan hujan. Pawang hujan memenuhi mulutnya dengan air dan menyemburkannya seakan-akan seperti turunya hujan.

2. Ritual Cina

Ritual-ritual Cina kuno berperan penting tidak hanya dalam hal keagamaan, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan politik orang-orang Cina. Selama pemerintahan Dinasti Chou. Secara teliti dan sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya, ritual diupayakan untuk menjamin pelaksanaan upacara-upacara secara tepat dalam rangka pemujaan dewa-dewa dan roh-roh leluhur. Mereka juga menandai proses-proses, kelahiran, kematian pernikahan, dan pada saat berkabung dalam kehidupan pribadi. Selain itu mereka membuat ketetapan-ketetapan untuk mengatur hubungan timbal balik dalam masyarakat feudal. Ibadah kurban dan upacara dikuatkan erat dengan pemerintahan sah dari negara dan kesejahteraan setiap klan.

Perdamaian serta kemakmuran negeri dan rakyat bergantung pada tepat tidaknya penyelenggaraan ritual-ritual tersebut.

3. Ritual Jepang

Di Jepang, ritual Shinto dalam rangka menghormati Dewa Matahari dikaitkan dengan kemamkuran dan kesejahteraan serta kemajuan bidang pertanian (budaya beras). Perayaan petik buah pertama (Nii-name) sebagai ucapan syukur atas panenan hingga hari ini tetap dirayakan. Ritual Shinto yang sangat misterius ini ditujukan untuk memuja dewata tak dikenal, dan dilakukan dalam kegelapan dalam kegelapan dengan pengecualian sedikit obor dihalaman.

Dewi matahari dianggap menjalankan tugas dari imam-imam dan kaisar menjalankan tugas imam kepala. Kaisar ini mungkin mempunyai hubungan langsung dengan dewata tak dikenal atau malah diidentikan begitu saja dengannya; dan apa yang ia lakukan merupakan misteri bagi semua orang termasuk dirinya.

4. Ritual Hindu

Ada 2 macam ritual Hindu yang lazim dikalangan orang Hindu masa kini, yakni yang disebut sebagai ritual keagamaan Vedis dan Agamis. Ritual Vedis pada pokoknya meliputi kurban-kurban kepada parad dewa. Suatu upacara kurban berupa melakukan persembahan seperit bulir-bulir padi, sari buah soma dan dalam kesempatan tertentu juga binatang, kepada suatu dewata. Biasanya sesajian ini ditempatkan pada baki suci atau bisa juga dilemparkan langsung ke dalam api yang sudah dinyalakan di atas altar pengurbanan. Imam-imam mempersembahkan kurban-kurban melalui perantara-perantara dewa Api (Agni) yang menjadi perantara dewa dengan manusia.

Ritual Agamis memusatkan perhatian pada penyembahan pujaan-pujan, pelaksanaan puasa serta pesta-pesta yang termasuk bagian dari agama Hindu yang merakyat. Barang pujaan, yang hanya merupakan tanda untuk melakukan tertinggi atau melambangkan yang Ilahi. Orang Hindu tidak memandang pujaan sebagai penyerapan seluruh keberadaan Tuhan. Mereka memandang gambaran itu sebagai suatu lambang untuk Tuhan, danbahkan ketika menyembah alam, mereka melihat manifestasi dari kekuatan yang Ilahi di dalamnya “makhluk apapun selalu di karunia dengan kebesaran, keindahan, dan kekuatan, kata Krishna, ‘ketahuilah bahwa itu semua berasal hanya dari suatu percikan kebesaran ku’.

Bentuk khas dari praktik keagamaan Hindu adalah cara penyembahan yang disebut puja. Diantara semua upacara keagamaan Hindu/puja adalah satu-satunya yang paling sering dilakukan dalam segala perayaan.

5. Ritual Israel

Di Israel, ada suatu kultus yang amat rumit disamping persembahan-persembahan harian. Dalam kitab-kitab Musa, persembahan seperti binatang dan sayuran diberi tempat penting. Perayaan yang paling istimewa adalah perayaan Tahun Baru. Pada saat itu alam ciptaan, kekuasaan Yahwe, pembaharuan janji, dan sangat mungkin suatu ibadah tobat istana, diperingati. Hal ini kerap kali ditunjuk seperti perayaan perjanjian.

Perayaan penting lainnya adalah perayaan paskah Yahudi, yang menjamin pembaharuan kultis peristiwa-peristiwa Eksodus dari Mesir, karena amat mendasar bagi keberadaan bangsa itu.

Yang sangat penting untuk dicatat di dalam kultis Israel adalah ciri historisnya, yang berlawanan secara mencolok dengan agama Kanaan. Unsur religius yang murni amat sangat penting dalam hidup kultis Israel. Hal ini tampak jelas khususnya dalam penanggalan bangsa berkenaan dengan pesta-pesta. Penanggalan pesta-pesta ini boleh jadi di susun dari unsur kuno, tetapi hal ini mengendalikan suatu ciri tertentu di Israel yang menguhubungkan mereka secara langsung kepada karya-karya penyelamatan Yahwe dalam sejarah.

6. Makna Ritual

Susanne Langer memperlihakan bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya bersifat psikologis. Ritual memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan. Simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi dari para pemuja mengikuti modelnya masing-masing.

Ritual dapat dibedakan menjadi empat macam:

a. Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis.

b. Tindakan religious, kultus para leluhur, juga bekerja dengan cara ini.

c. Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas.

d. Ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan material suatu kelompok.

Dalam masyarakat kesukuan terdapat paguyuban mistis. Masyarakat tersebut percaya bahwa perpecahan, penyelewengan dan penyelenggaraan ringan, bahkan perasan kekejian, akan membawa malapetaka pada rekan-rekannya. Oleh karena itu, ritual berkenaan dengan daya dan makhluk makhluk mistis perlu dilakukan untuk memulihkan keseimbangan setiap kali ada perubahan dalam sikap sosial.

Secara global, upacara-upacara dapat digolongkan sebagai bersifat musiman dan bukan musiman. Ritual-ritual musiman terjadi pada acara-acara yang sudah ditentukan, dan kesempatan untuk melaksanakannya selalu merupakan suatu peristiwa dalam siklus lingkaran alam – siang dan malam, musim-musim, gerhana, letak planet-planet dan bintang-bintang. Sedangkan ritual-ritual bukan musiman dilaksanakan pada saat krisis. Dan beberapa ritual bukan musiman ini secara khusus ritual-ritual penerimaan) juga mengikuti kalender lingkaran hidup.

7. Tujuan Ritual

Apa tujuan ritual? Van Gennep menjelaskan bahwa semua kebudayaan memiliki suatu kelompok ritual yang memperingati masa peralihan individu dari suatu status sosial ke status yang baru. Bangsa Tobriander ingin agar panenan berhasil sehingga mereka melaksanakan ritual intensifikasi untuk menjamin sejauh mungkin musim tumbuh yang baik dan panenan yang berhasil. Bangsa Dahome ingin melestarikan kehendak yang baik leluhur mereka yang telah meninggal, dan lain sebagainya. Semua upacara diarahkan pada masalah transformasi keadaan daalm manusia atau alam. Tujuannya bermacam-macam; ada yang bertujuan untuk menjamin perubahan amat cepat dan menyeluruh pada keadaan akhir yang dinginkan oleh pelaku upacara. Dan juga ada yang bertujuan untuk mencegah perubahan yang tidak diingkan.

8. Mengapa Ritual?

Mengapa manusia dalam segala budaya membebani aktivitas hariannya seperti makan, misalnya dengan pola-pola perilaku ritual? Di antara bangsa-bangsa primitif, para pelaku itu sendiri memberikan jawaban dengan istilah mistis. Maka, mitos bagi Suku Tikopra memberikan pembenaran untuk upacara masakan yang panas dengan alasan bahwa Tuhan telah mengatur hal ini. Beberapa unsur-unsur khusus upacara juga diterangkan dengan mitos, sejenis ubi panas dimakan karena Tuhan yang hidup di dunia, jauh sebelum saat ini mempunyai kebiasaan makan semacam itu.

Profesor Mircea Aliade sudah menunjuk makna yang lebih dalam dari ritual. Menurutnya ritual mengakibatkan suatu perubahan ontologisme pada manusia dan mentranspormasikannya kepada situasi keberadaan yang baru misal; penempatan kedalam lingkup yang kudus. Pada dasarnya dalam makna religiusnya ritual merupkan gambaran prototype yang suci, model-model teladan, orketipe primodial; sebagaimana dikatakan ritual merupakan pergulatan tingkah laku dan tindakan makhluk Ilahi atau leluhur mistis. Ritual mengingatkan peristiwa-peristiwa primodial dan juga memelihara serta menyalurkan dasar masyarakat. Para pelaku menjadi setara dengan masa lampau yang suci dan melanggengkan tradisi suci secara memperhabarui fungsi-fungsi dan hidup anggota kelompok tersebut.

9. Mitos dan Ritual

Boleh jadi ada banyak ritual pada masa silam tanpa mitos-mitos. Akan tetapi, pada tingkah laku manusia dapat diamati bahwa dua fenomena, ritual dan mitos, berjalan seiring. Sedikit, seandainya ada ritual-ritual yang kemudian di lembagakan tanpa dasar mistis untuk memeprtanggungjawanbkannya. Para antropologi yang menulis mengenai soal ini kebanyakan berpendapat bahwa kepentingan ritual harus dikenali, meskipun kepentingan atau prioritas ini tidak bersifat temporal. Boas menandaskan: “Ritual sudah ada, dan cerita muncul dari keinginan untuk menjelaskan kebevadaan itu” Lord Raglan membela dengan keras perihal prioritas instrumental dan temporal dari ritual. Ia menyatakan: “Ritual-ritual ini membentuk agama, sebagaimana dapat kita lihat dalam praktiknya. Bagi kaum religius, atau kebanyakan mereka, ritual bukan hanya bagian dari agama, melainkan agama itu sendiri”.

Makna mitos yang sebenarnya hanya dapat diperoleh lewat pengamatan dalam sautu komunitas yang telah memelihara mitos dan ritual dengan bijaksana. Mitos itu sendiri merupakan tindkan ritual, seseuatu yang diutarakan, suatu peristiwa lisan yang terjadi dalam lingkungan masyrakat yang hidup. Kerap kali aktivitas kultus tak lebih dari gambaran-gambaran dramatis atas mitos-mitos yang sama. Bahkan pernceritaan suatu mitos bisa jadi pada kesempatan-kesempatan tertentu berlaku secara wajar sebagai suatu tindakan kultis yang mendalam.

0 comments: