BIOGRAFI SINGKAT QURAISH SHIHAB

Monday, December 22, 2008

A. Biografi Pengarang

1. Nama Tafsir
Nama kitab tafsir yang akan saya bahas adalah Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Quran).
2. Nama Pengarang
(Lahir Rappang, sulawisi selatan, 16 februari 1944)
Ulama dan cendikiawan muslim Indonesia ini dikenal ahli di bidang Al-qur’an, Quraish sebagai seorang pakar al-qur’an mampu menterjemahkan dan menyampaikan al-qur’an dalam konteks masa kini dan masa modern.
Quraish shihab adalah putra Prof. KH Abdurrahman shihab, seorang ulama dan guru besar di bidang tafsir. Abdurrahman shihab di pandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat maupun Sulawisi Selatan. Kontribusinya di dunia pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Makassar (dulu: Ujung Pandang), yaitu *Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar dikawasan indosesia timur, dan IAIN Alauddin di Makassar. Ia juga tercatat sebagi mantan rektor pada perguruan tinggi tersebut. UMI(1959-1965) dan IAIN Alauddin (1972-1977).
Quraish memdapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dan ayahnya yang sering mengajak anaknya duduk bersama. Pada saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihat yang kebanyakan berupa ayat Al-Qur’an
Pendidikan formalnya mulai dari sekolah dasar di Makassar. Setelah itu ia melanjutkan studi disekolah lanjutan tinggi pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al- falaqiyah di kota yang sama. Untuk lebih mendalami studi keislamannya, Quraish dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan diterima dikelas dua tsanawiyah. Kemudian ia melanjutkan studi ke Universitas al-azhar pada fakultas Ushuluddin jurusan tafsir dan hadis. Pada tahun 1967 ia meraih gelar Lc (setingkat sarjana S-1). Dua tahun kemudian (1969) Quraish berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul al-Ijaz at-Tasyi’I li al-qur’an al- karim (kemukjizatan Al- qur’an al-karim dari segi Hukum).
Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor untuk membantu mengelola pendidikan IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis adan kemahasiswaan sampai 1980. Disamping itu memduduki jambatan resmi itu, ia juga sering mewakili ayahnya yang uzur dalam menjalankan tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator perguruan tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia Bagian Timur. Dan pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dibidang pembinaan mental. Di celah-celah kesibukannya ia merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain penelitian dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan masalah Wakaf Sulawisi selatan”(1978).
Untuk mewujutkan cita-citanya mandalami studi tafsir, pada 1980 Quraish kembali menuntut ilmu ke almameternya, al-Azhar mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-qur’an. Ia hanya melakukan waktu 2 tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul Nazm ad-Durar li al-biqa’i Tahqiq wa dirasah ( kajian kitab Nazm ad-Durar (Rangkaian Mutiara) karya al-Biqa’i berhasil dipertahankan dengan pridikat summa cum laude dan memperoleh penghargaan mumtaz ma’a martabah asy-syaraf al-ula (sarjana teladan dengan prestasi istimewa).
Setelah pulang ketanah air, Quraish kembali mengabdi di tempat tugasnya semula, IAIN Alauddin Makassar. Namun, 2 tahun kemudian (1984) ia ditarik ke Jakarta sebagai dosen pada fakultas Ushuluddin dan program pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah.
Karena keahliannya dalanm bidang kajian Al-Qur’an Quraish tidak memerlukan waktu lama untuk dikenal di kalangan masyarakat intelektual Indonesia. Dalam waktu singkat ia segera dilibatkan dalam berbagi forum nasional antara lain menjadi ketua *majlis Ulama Indonesia (MUI,1984), anggota *Lajnah pentashih Mushaf Al-qur’an Departemen Agama(1989) dan anggota badan pertimbangan pendidikan nasional (1989). Selain itu juga aktif berbagai organisasi, seperti organisasi penghimpunan ilmu-ilmu syariat, konsorsium ilmu-ilmu agama Depdibud, dan *ikatan Cendekiawan Muslim se-indonesia (ICMI). Disamping itu ia tetap memberikan ceramah keagamaan dalam berbagai forum dan menghindari berbagai kegiatan ilmiah, baik didalam maupun di luar negeri. Pada tahun 1993 pemerintah mempercayakan untuk mengemban tugas sebagi rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu ia juga menjadi direktur pendidikan Kader Ulama (KPU), yang merupakan salah satu usaha MUI untuk membina kader ulama di tanah air. Quraish juga pernah memangku jabatan menteri Agama RI pada Kabinet Pembangunan VII (1997-1998). Ia kemudian diangkat pemerintah RI menjadi duta besar RI untuk Mesir (1999-2003). Selanjutnya ia kembali UIN Jakarta sebagai guru besar.
Di bidang intelektual, kontribusinya terbukti dari beberapa karya tulisnya. Karyanya berupa artikel singkat muncul secara rutin pada rubric “Pelita Hati” dalam surat kabar Pelita, dan pada rubric “Hikmah” dalam surat kabar Republika, adapun yang berupa urutan tafsir muncul pada rubrik “tafsir al-Amanah” dalam majalah Amanah, yang kemudian dikompilasikan dan diterbitkan menjadi buku dengan judul Tafsir al-Amanah Jilid I. sejumlah makalah dan ceramah tertulisnya sejak 1975 dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk dua buah buku dengan judul “Membumikan Al-Quran” (Mizan, 1992) dan Lentera Hati (Mizan, 1994). Karya lainya ialah Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Makassar: IAIN Alauddin, 1984); Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987), Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir al-Fatih [Jakarta: Untagma, 1988]), Wawasan al-Quran (1996), Mengungkap Lentera Hati (Asma al-Husna dalam Perspektif Al-Quran [1998]), Mukjizat Al-Quran Di tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Imiah, dan Pemberitaan Gaib (1998), dan Tafsir al-Misbah yang terdiri dari 15 Jilid diterbitkan Lentera Hati.
3. Informasi Mengenai Tafsir al-Misbah
Tafsir al-Misbah. Oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir al-Quran lengkap 30 Juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir yang ditulis oleh tafsir terkemuka Indonesia. Warna keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahana dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah SWT.
Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 Jilid, yaitu jilid 1 terdiri dari surah al-Fatihah sampai dengan al-Baqarah, Jilid 2 surah Ali Imran sampai dengan an-Nisa, jilid 3 surah al-Maidah, jilid 4 surah al-An’am, jilid 5 surah al-A’raf sampai dengan at-Taubah, jilid 6 surah Yunus sampai dengan ar-Raa’d, jilid 7 surah Ibrahim sampai dengan al-Isra, jilid 8 surah al-Kahf sampai dengan al-Anbiya, jilid 9 surah al-Hajj sampai dengan al-Furqan, jilid 10 surah asy-Syu’ara sampai dengan al-‘Ankabut, jilid 11 surah ar-Rum sampai dengan Yasin, jilid 12 surah as-Saffat sampai dengan az-Zukhruf, jilid 13 surah ad-Dukhan sampai dengan al-Waqi’ah, jilid 14 surah al-Hadad sampai dengan al-Mursalat, dan jilid 15 surah Juz A’mma.
4. Isi ringkas kata pengantar
M.Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu.
Seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelam kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.
M. Qurish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw.
Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasiah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.
Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w. 790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w 794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran, mengemukakan bahkan membuktikan keserasian di maksud, paling tidak dalam 6 hal:
a. Keserasian kata demi kata dalam satu surah
b. Keserasian kandungan ayat dengan fashilat yakni penutup ayat
c. Keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya
d. Keserasian uraian awal satu surah dengan penutupnya
e. Keserasian penutup surah dengan uraian surah sesudahnya
f. Keserasian tema surah dengan nama surah.

B. Sekilas Tentang Isi Tafsir
1. Metodologi yang digunakan oleh M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya menggunakan metode tafsir maudhui (tematik) yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat tersebut, dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan.
Menurutnya, dengan metode ini pendapat al-Quran tentang berbagai masalah kehidupan dapat diungkap sekaligus dapat di jadikan bukti bahwa ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyrakat.
Metode maudu’i ini memiliki beberapa keistimewaan antara lain:
a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain yang di gambarkan
b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadits nabi satu cara terbaik dalam menafsirkan al-Quran.
c. Dapat membuktikan bahwa persoalan yang disentuh al-Quran bukan bersifat teoritis semata-mata. Ia dapat memperjelas kembali fungsi al-Quran sebagai kitab suci.
d. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam al-Quran. Ia sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Salah satu contoh penafsiran M. Quraish Shihab pada surah al-Baqarah (2) ayat 76-77.
     •                      •       
Artinya:
“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata:" kamipun Telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang Telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; Tidakkah kamu mengerti?". Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?(QS. Al-Baqarah: 76-77)
Bukti lain tentang ketidakwajaran mengharap terlalu banyak diantara mereka yang beriman dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw. adalah apa dikemukakan oleh ayat ini yaitu yang dimulai dengan kata Dan. Ayat ini – menurut al-Biqa’i seakan-akan menyatakan bahwa mereka itu karena sedemikian durhakanya kepada Allah sampai-sampai berani menyembunyikan kandungan firman-Nya dan memutarbalikannya, dan mereka juga hampir-hampir tidak pernah berucap benar, maka karena itu apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, kepada Nabi Muhammad saw. mereka dengan berpura-pura dipenuhi oleh kemunafikan berkata: “Kami pun telah beriman sebagaimana umat Islam beriman.” Tetepai mereka berkata: “Apakah kamu menceritakan berulang-ulang kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kamu menyangkut kebenaran yang kita ketahui bersama dan yang telah disampaikan oleh para nabi dan rasul yang diutus kepada kita? Apakah kamu menyampaikan itu, supaya dengan demikian mereka yakni umat Nabi Muhammad saw. dapat mengalahkan hujjah kamu dihadapan Tuhan kamu? Tidakkah kamu mengerti bahwa yang demikian itu tidak wajar kamu lakukan?” Allah atau siapa pun yang berakal dan mendengar ucapan mereka pasti akan berkata bahwa: “Tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan”.
Ayat ini menguraikan bahwa sebagian mereka yang mengaku memeluk Islam, sebenarnya hanya berpura-pura. Hanya di hadapan umat Islam mereka mengaku beriman. Tetapi apabila mereka menyendiri satu dengan yang lain tanpa disaksikan oleh seorang mukmin, ada di antara orang-orang Yahudi yang tetap disaksikan oleh seorang mukmin, ada di antara orang-orang Yahudi yang tetap menganut kepercayaan mereka yang menegur dan mengecam orang-orang Yahudi yang masuk Islam dengan berkata secara sembunyi-sembunyi: “Apakah kamu menceritakan kepada merka, yakni kaum muslim, apa yang telah diterangkan Allah kepada kamu?” Yakni mengapa kalian menyampaikan bahwa dalam kitab Taurat disebutkan tentang kedatangan Nabi Muhammad saw. ini tidak wajar, lanjut yang mengecam itu. Karena dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjah kamu dihadapan Tuhan kamu. Maksudnya, penyampaian hakikat itu memperkuat posisi umat Islam menghadapi orang-orang Yahudi.
Ayat ini juga dapat berarti bahwa orang-orang Yahudi yang mempertahankan keyakinan agamanya berkata kepada yang berpura-pura memeluk Islam: “Apakah kalian menyampaikan kepada orang-orang Islam sesuatu yang akan membuka kedok serta mempermalukan kamu kelak di hari kemudian di hadapan Tuhan. Karena ketika itu, kaum muslim akan berkata kepada kamu, “Bukankah kalian telah menyampaikan kepada kamu apa yang terdapat dalam kitab suci Taurat tentang hakikat ajaran Islam dan kebenaran Nabi kami?” ini akan menambah malu kalian di hari kemudian. Karena, tidak sama yang mengakui kebenaran lalu menutup-nutupinya (menjadi munafik) dengan yang tidak mengakuinya walaupun dia mengetahui. Maksudnya, ia munafik berbohong dua kali; sekali berpura-pura masuk Islam, dan di kali lain tahu kebenaran tetapi tidak sepenuh hati menerimanya. Tidakkah kamu berakal? Yakni tidak adakah pengetahuan yang kamu miliki yang dapat menghalangi kamu mengucapkan sesuatu yang dapat memperkuat posisi kaum muslimin dan mempermalukan kamu kelak di sisi Allah? Demikian kecaman mereka. Allah balik mengecam, karena seakan-akan mereka tidak sadar bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Allah berfirman menyangkut orang-orang Yahudi itu: “Tidakkkah mereka mengetahui, baik mereka yang munafik maupun yang secara tegas menolak beriman, bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? Yakni, apa yang mereka rahasiakan dengan apa yang mereka nyatakan, sama-sama dalam pengetahuan Allah. Keduanya jelas dan sama tingkat kejelasannya di sisi Allah.
Rahasia adalah apa yang Anda tidak bisikkan kepada orang lain. Ia adalah yang Anda ketahui tetapi Anda tidak ingin diketahi orang lain. Adapun yang nyata adalah apa yang diketahui orang lain atau Anda tidak keberatan bika diketahui orang lain. Ayat ini menyatkan bahwa Allah mengetahui yang dirahasiakan dan mengetahhui juga apa yang dinyatakan. Di tempat lain, Allah menembahkan juga yang lebih rahasia (QS. Thaha[20]: 7). Yakni bahwa selain yang disebutkan di atas Allah swt. juga mengetahui apa yang berada di bawah sadar manusia dan sudah dilupakannya dan atau yang belum dikerjakan dan akan dirahasiakannya.
2. Beberapa pendekatan penafsiran dalam kitab tafsir al-Misbah
a. Ayat dengan ayat
Tafsir surah al-Baqarah ayat 63
               
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah: 63)
Ayat ini berbicara tentang peristiwa yang mereka alami ketika menolak melaksanakan kandungan kitab suci taurat. Ketika itu, Allah memerintahkan malaikat mengangkat gunung Thunsina ke atas kepala mereka.
Tafsir surah al-A’raf ayat 7
     •  
Artinya:
“Maka Sesungguhnya akan kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang Telah mereka perbuat), sedang (kami) mengetahui (keadaan mereka), dan kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka)”. (QS. Al-A’raf: 7)
Tafsir surah al-Baqarah ayat 93
                             
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". dan Telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi Karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat[74] perbuatan yang Telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)”. (QS. Al-Baqarah: 93).
b. Munasabah akhir surah dengan awal surah
Surah an-Naba ayat 40
               
Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang Telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah". (QS. An-Naba: 40).
Akhir suran an-Naba ini menguraikan tentang keinginan orang-orang kafir untuk tidak wujud sebagai manusia tetapi sebagai tanah atau tidak dibangkitkan dari kubur dan tetap berada di sana menyatu dengan tanah.
Surah an-Naziat 1
•  
Artinya:
“Demi (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras”,
Awal surah an-Naziat ini menguraikan tetnang malaikat-malaikat yang mencabut nyawa manusia baik yang mukmin atau yang kafir
c. Munasabah uraian awal satu surah dengan penutupnya
Surah al-Mursalat ini diuraikan pengingkaran kaum musyrikin terhadap keniscayaan kiamat dan karena itu mereka wajar mendapat kecelakaan yang berlipat ganda.
Akhir surah al-Mursalat di akhiri dengan pertanyaan bahwa kalau merka tidak mempercayai informasi al-Quran maka tidak lagi selainnya yang dapat mereka percayai.
Ternyata tetap berisi keras meragukan dan menolak bahkan saling membicarakan hal tersebut baik dengan tujuan mengejek atau senda gurau atau menampakkan kemustahilannya.
Awal surah al-Naziat
•   •           

Artinya:
1. Demi (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,
2. Dan (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,
3. Dan (Malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,
4. Dan (Malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang,
5. Dan (Malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia)
Karena itulah awal surah ini mengajukan pertanyaan yang tujuannya adalah menampakkan kebenaran atas sikap mereka, serta memperingatkan dan mengancam mereka.

DAFTAR PUSTAKA


Azzan Drs. Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakur, Bandung, 2007.
Baidan, Dr. Nashruddin, Metodelogi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Jilid 1 dan 5.
Tim Cendikiawan Muslim, Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta Jilid 7.

0 comments: