Menyegerakan Penguburan Zenajah

Tuesday, August 5, 2008

BAB I
PENDAHULUAN

Kematian adalah sesuatu yang pasti dan merupakan perkara yang setiap anak Adam pasti akan dihadapkan dengannya. Dan kematian ini datang kepada siapa saja tanpa pandang bulu, datang kepada manusia yang baru saja menghirup udara kehidupan, juga kepada orang tua, laki-laki dan perempuan. Allah subhaanahu wa ta'ala berfirman: "Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (Q.S. Al-A'raf:34)
Allah subhaanahu wa ta'ala berfirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Q.S. Ali Imran:185)
Kematian adalah perkara ghaib yang tidak makhlukpun mengetahuinya kapan dan dimana dia akan mati. Allah subhaanahu wa ta'ala berfirman:
"Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dimana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Q.S. Luqman:34)
Maka yang paling terpenting bagi setiap individu manusia ialah mempersiapkan dirinya dengan bekal amalan saleh yang cukup untuk menyambut datangnya suatu perkara yang pasti ini yaitu kematian, selanjutnya sesuai dengan ayat di atas bahwa setiap jiwa tidak memiliki pengetahuan di tanah mana dia akan mati, artinya bisa saja dia mati di negeri orang atau di kampung halamannya sendiri.
Di sisi lain manusia mempunyai keinginan dan angan-angan tatkala kematian akan datang menjemputnya, wasiat dan pesan terhadap sanak dan keluarga disampaikan agar ketika dia wafat hendaknya dimakamkan di berbagai tempat yang telah menjadi keinginannya, atau keinginan itu muncul dari anak dan keluarganya agar jenazahnya dikebumikan di sana dan di sini,

BAB II
PEMBAHASAN

A. Materi Hadits

وقال انس رضي الله عنه: أنتم مشيعون . وامش بين يديها و خلفها و عن يمينها و عن شمالها . و قال غيره : قريبا منها.

Artinya:
"Anas RA berkata: Kalian adalah orang-orang yang mengantarkan jenazah, dan berjalanlah didepannya, di belakangnya serta disamping kana dan kirinya" selain dia berkata, "dekat dengan Jenazah"

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلي الله عليه وسلم قال: أسرعوا بالجنازة . فإن تك صالحة فخير تقدمونها، وإن يك سوي ذلك فشر تضعونه عن رقابكم.

Artinya:
"Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi saw, beliau bersabda, "Segerakanlah jenazah, Apabila ia seronga yang shalih, maka kalian telah menyegerakan kebaikan untuknya. Apabila tidak demikian, maka kalian telah meletakkan keburukan dari pundak kalian"

B. Keterangan Hadits
(Bab menyegerakan jenazah), yakni setelah jenazah tersebut siap untuk dibawa وقال انس رضي الله عنه : انتم مشيعون فامش (Anas berkata: kalian mengantarkan jenazah maka berjalanlah) dalam riyawat a_kasymihani disebutkan dengan lafazh. فامشوا (berjalanlah kalian). Atsar Anas ini telah disebutkan oleh Abdul Wahab bin Atha' Al-Khilaf dalam pembahasan tentang jenazah dari Humaid. Dari Anas bin Malik. انه سئل عن المشي في الجنازة فقال : أمامها و خلفها، وعن يمينها و شمالها، إنما انام مشيعون (bahwa dia ditanya tentang posisi berjalan saat mengantarkan jenazah. Maka dia berkata. "Dia depannya di belakangnya, di bagian kanan dan kirinya, sesungguhnya kalian sedang mengantarkan jenazah).
Kami telah meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang lebih ringkas dalam kitab Ruba'iyat Abu Bakr Asy-Syafi'I dari jalur Yazid bin Harun. Dari Humaid. Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan yang sama dari Abu Bakar bin Ayyasy. Dari Humaid. Sementara Abdurrazaq telah menukil hadits itu dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Humaid. الجنازة – فقال: انما انت مشيع سمعت العيزاو – يعني ابن حريث – سأل أنس بن مالك – عن المشي مع (Abu mendengar al Izhar yakni Ibnu Huraitds - bertanya kepada Anas bin Malik - yakni tentang posisi berjalan saat mengantar jenazah - maka beliau berkata sesungguhnya engkau sedang mengantarkan jenazah…") lalu dia menyebutkan hadits seperti di atas.
Dari riwayat ini diperoleh keterangan tentang nama orang yang mengajukan pertanyaan, dan penegasan bahwa Humaid mendengar hadits tersebut secara langsung.
Menurut Ibnu Al-Manayyar, letak kesesuaian atsar ini dengan judul bab adalah bahwa dalam atsar ini tercantum tentang keluasan bagi orang-orang yang sedang mengantarkan jenazah tanpa mengharuskan mereka untuk berjalan pada satu arah tertentu. Hal itu demi memperhatikan adanya perbedaan di antara manusia dalam berjalan pada satu arah tertentu bertujuan agar mereka yang tidak kuat berjalan tidak menghalangi mereka yang berjalan lebih cepat.
Ringkasnya, pada umumnya kecepatan (menyegerakan jenazah) itu tidak sama, kecuali bila tidak ditentukan arah tertentu saat perjalanan. Makna seperti ini telah disebutkan Abu Abdullah bin Al-Murabith, dia berkata, "Perkataan Anas tidak masuk dalam makna judul bab, kecuali jika keadaan manusia itu tidak sama dalam berjalan". Sementara ibnu Rasyid berkata. "kemungkinan lafazh 'berjalan' dan 'mengatur' yang terdapat pada atsar Anas memiliki cakupan makna yang lebih laus daripada sekedar 'cepat' dan 'lambat'. Seakan-akan Imam Bukhari bermaksud menafsirkan atsar Anas dengan hadits yang disebutkan sesudahnya. "Ibnu Rasyid melanjutkan, "Mungkin pula yang beliay maksudkan dengan atsar Anas adalah menjelaskan bahwa makna 'bersegera' seperti tercantum dalam hadits sebatas pada keadaan yang tidak mengeluarkan seseorang dari sikap tenang asalkan masih dapat dikategorikan berjalan beserta jenazah."
وقال غيره قريبا منها (selain dia berkata, "dekat dengan jenazah"), yakni selain Anas ada juga yang mengatakan hal yang sama seperti perkataan Anas, hanya saja merekam membatasi agar pisisinya dekat dengan jenazah tersebut, sebab seseorang yang berada pada tempat yang jauh juga dapat dikatakan berjalan di hadapan jenazah atau dibelakangnya. Saya mengira bahwa yang dimaksud selain Anas di sini adalah Abdurrahman bin Qurth. Sa'id bin Manshur berkata: Miskin bin Maimun telah menceritakan kepada kami, Urwah bin Ruwaim telah menceritakan kepadaku, dia berkata, "Abdurrahman bin Qurt hadir dalam menyelenggarakan suatu jenazah, lalu dia melihat sebagian manusia berjalan jauh di depan dan sebagian lagi berada jauh di belakang. Maka dia memerintahkan agar jenazah tersebut diletakkan, kemudian beliau melempari orang-orang tu dengan batu hingga mereka berkumpul di sekelilingnya. Lalu dia memerintahkan agar jenazah dibawa kembali, dan dia berkata" di hadapnnya, di belakangnya, diarah kanan dan kirinya" adapun Abdurrahman yang disebutkan di tempat ini adalah seorang seahabat. Imam Bukhari dan Yahya bin Ma'in menyebutkan, bahwa ia termasuk salah seorang ahli Shuffah dan menjadi wali kota Hamsh pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab ra.
Sikap Imam Bukhari yang menyebutkan atsar Anas memberi asumsi bahwa beliau memilih madzhab ini, yakni menyerahkan pilihan bagi seseorang untuk mengambil posisi saat berjalan mengantarkan jenazah. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri dan Ibnu Hazm, hanya saja Ibnu Hazm membatasi kondisi ini dengan berjalan kaki demi mengamalkan riwayat yang dinukil oleh para penulis kitab sunan yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim dari hadits al-Mughirah bin Syu'bah, dari nabi saw. الراكب خلف الجنازة والمشي حيث شاء منها (orang yang menunggang kendaraan mengambil posisi sebagaimana yang ia sukai). Sedangkan dari An-Nakha'I diriwayatkan bahwa apabila di antara mereka yang mengantar jenazah terdapat kaum wanita, maka dia berjalan di depan jenazah, sedangkan jika tidak, maka dia berjalan di belakangnya.
Sehubungan dengan persoalan ini, masih ada dua pendapat lain yang masyhur, mayoritas ulama menyatakan bahwa berjalan di hadapan jenazah adalah lebih utama. Sehubungan dengan itu diriwayatkan satu hadits dari ibnu Umar sebagaimana dikutip oleh para penulis kitab sunan, diaman para perawinya adalah perawi yang tercantum dalam shahih bukhari, hanya saja terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan apakah hadits tersebut maushul atau mursa, berbeda dengan riwayat yang dinukil oleh Sa'id bin Manshur dan selainnya dari jalur Abdurrahman bin Abza, dari Ali, dia berkata: المشي خلفها افضل من المشي امامها كفضل صلاة الجماعة علي صلاو الفذ (berjalan di belakang jenazah lebih utama daripada berjalan di hadapannya, sama halnya dengan keutamaan shalat jamaah dibandingkan shalat sendirian). Sanad riwayat ini hasan, dan ini termasuk hadits mauquf (hanya sampai pada shahabat) namun memiliki hukum marfu' (langsung dinisbatkan kepada Nabi saw), akan tetapi al Atsram meriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau meragukan sanad hadits tersebut. Pendapatan terakhir ini merupakan pandangan al-Auza'i. abu Hanifah serta orang-orang yang sependapat dengan
اسرعوا (segerakanlah). Ibnu Qudamah telah menukil bahwa indikasi perintah disini adalah mustahab (disukai) tanpa ada perbedaan pendapat dikalangan ulama, hanya saja Ibnu Hazm mengemukakan pendapat yang menyalahi pandangan umum. Karena menurutnya perintah ini berindikasi wajib.
Adapun yang dimaksud dengan "bersegera" adalah mempecepat langkah berjalan. Demikianlah penafsiran yang dikemukakan oleh sebagian ulama salaf dan pendapat madzhab Hanafi. Penulis kitab al-Hidayah berkata: "Mereka berjalan membawa jenazah dengan cepat tanpa memperlambat langkah." Sementara dalam kitab al-Mabsuth dikatakan, tidak ada ukuran kecepatan tertentu, hanya saja Abu Hanifah lebih menyukai berjalan dengan cepat.
Dalam mazhab Imam Syafi'I dan mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bersegera adalah berjalan lebih cepat dari orang yang berjalan biasa, tapi tidak terlalu cepat. Lalu Iyadh tidak membedakan dalam hal ini, dia mengatakan bahwa maksud mereka yang menyukai untuk menyegerakan jenazah adalah berjalan lebih cepat dari biasanya. Sedangkan mereka yang memakruhkannya adalah jika terlalu cepat seperti berlari-lari kecil.
Kesimpulan, sesungguhnya bersegera dalam membawa jenazah hukumnya mustahab (disuaki) selama tidak berlebihan, karena dikwahtirkan akan berdampak negatif bagi mait atau memberatkan bagi orang-orang yang sedang membawa atau yang ikut mengantarkannya.
Al-Qurthubi berkata: Maksud hadits tersebut adalah anjuran untuk tidak memperlambat prosesi pemakaman jenazah, karena memperlambat mengubur jenazah bisa saja menimbulkan sikap berbangga dan angkuh."
بالجنازة (terhadap jenazah), yakni bersegera membawanya ke kuburan (untuk dimakamkan). Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah segera melakukan semua persiapan pemakamannya tentu saja cakupan makna terakhir ini lebih luas daripada makna yang pertama. Namun menurut al-Qurthubi, mka pertama lebih berdasar. Sedangkan menurut Nawawi ditangapi oleh Al Fakihi bahwa kalimat "membawa di atas pundak" kadang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang maknawi, sebagaimana dikatakan, "si fulan memikul dosa di atas pundaknya",. Atas dasar ini maka makna hadits di atas adalah, "Beristirahatlah kalian dari memandang orang yang tidak mempunyai kebaikan. Ak Fakihi juga mengatakan bahwa pengertian ini duatkan bahwa tidak semua yang mengantar jenazah ikut membawanya.
Pendapat Al-Fakihi tersebut didukung oleh hadits Ibnu Umar, "Aku mendengar Rasululah saw bersabda, إذا مات احدكم فلا تحبسوه واسرعوا به الي قبره (apabila salah seorang diantara kalian meninggal dunia, maka janganlah kalian menahannya, akan tetapi segerakan untuk memakamkannya). Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad hasan. Sementara dalam riwayat Abu Daud dari hadits hushain dari Nabi saw disebutkan, لا ينبغي لجيفة مسلم ان تبقي بين ظهراني اهله (Tidak pantas bagi jenazah seorang muslim untuk tetap berada di antara keluarganya).
فإن تك صالحة (apabila ia orang yang shalih), yakni jenazah yang sedang dibawa. Ath-Thaibi berkata," maksud jenazah disini adalah mayat, sementara usungan dijadikan sebagai sesuatu yang disegarkan kepada kebaikan, dimana kebaikan itu merupakan kisah amal shalih orang yang mati tersebut."
( maka kebaikan).yakni, maka bainya kebaikan, atau terdapat kebaikan baginya. Pengertian ini didukung oleh riwayat Muslim dengan lafazh; (kalian telah mendekatkannya kepda kebaikan)
(kalian letakkan dari pundak kalian). Kalimat ini dijadikan dalil bahwa jenazah adalah khusus kaum laki-laki, karena lafazah ini menggunakan kata ganti jenis laki-laki. Akan tetapi alasan ini tidak kuat. Hadis ini juga memberi keterangan disukainya mengubur mayat dengan segera, setelah diyakini telah meninggal dunia. Adapun seperti orang yang terkena kolera atau pingsan, untuk tidak segera dikuburkan hingga berlalu atu hari satu malam demi untuk memastikan kematian mereka. Hal ini telah disinyalir oleh Ibnu Bazizah. Hadis ini juga mengisyaratkan perintah untuk tidak berteman dengan orang -orabg yang tidak baik dan tidak shalih.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Segerakanlah pengurusan jenazah kerana jika jenazah itu baik maka sudah sepatutnya kamu menyegerakan pengurusannya, karena ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
"Diriwayatkan daripada Nabi s.a.w, baginda bersabda: Segerakanlah pengurusan jenazah kerana jika jenazah itu baik maka sudah sepatutnya kamu menyegerakannya. Jika sebaliknya maka jenazah itu adalah keburukan yang kamu letakkan (lepaskan) dari leher-leher kamu (dari tanggungjawab kamu)"

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaza'iri, Syaikh Abu Bakar Jabir, Munhajil Muslim, (Konsep Hidup Ideal dalam Islam), Darul Haqi Jakarta. 2006.
An-Nawawi, Al Imam Muhyiddin bin Abi Zakaria Yahya bin Syaraf, Syarah Arba'in Nawawi, (Alih bahasa M. Syafi'I Masykur, S.Ag. M.Hum), Pustaka Fahima, 2005.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al-Lu'lu wal Marjan , (Alih bahasa: Salim Bahreisy, Bina Ilmu, Surabaya, 2006.
H Rusydi, Afif (editor), Hamka Membahas Soal-Soal Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, cetakan IV, 1985,
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Imam Syafi'i, 2006.