ADMINISTRASI NEGARA

Friday, January 30, 2009

BAB I

PENDAHULUAN

administrasi merupakan prioritas pertama yang mesti disiapkan bagi orang yang bepergian ke luar negeri: Pasport, visa, fiskal, sejumlah uang dll. Tetapi jarang kita memperhatikan administrasi untuk meninggalkan dunia. Padahal jika direnungi, ke luar negeri saja administrasi merupakan prioritas, apalagi bagi yang hendak pergi ke dunia lain (the day after) semestinya lebih diprioritaskan. Padahal meskipun tidak setiap orang mampu terbang ke luar negeri, tapi bermigrasi ke luar dunia sesuatu yang pasti terjadi. Karena itu mestilah memiliki kelengkapan administrasi untuk kelancaran migrasi. Apa sajakah administrasi untuk bepergian ke dunia lai (the day after/akherat) itu?

Konon, jika di dunia ada istilah rekayasa administrasi misalnya merubah umur, alamat atau tanda tangan, maka dalam kehidupan akherat takkan bisa mengelak. Karena disamping malaikat sebagai saksi administrasi, segala anggota badan seperti kulit, tangan dan kaki pun bisa menjadi “saksi administrasi”. “pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (An Nuur: 24) atau dalam ayat lain: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Yasin:65)

Akhirnya, administrasi merupakan sebuah sunnatullah (hal yang alami), maka tidak ada beda antara administrasi dunia dan akherat dalam hal penatalaksanaanya. Namun adminisrasi akherat lebih canggih, dan sempurna karena tidak bisa dibohongi. Sehinggalah sebaik-baik manusia adalah orang yang tertib (jujur) secara administrasi baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a’lam.

Allah swt. Telah menurunkan risalah Islam dan menjadikannya berdiri di atas landasan aqidah tauhid, aqidah: Laa Illaaha IllaLlaah, Muhammadur Rasulullah.

Islam merupakan risalah yang besifat universal, mengatur hubungan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, dengan memandangnya sebagai manusia. Hubungan manusia secara vertical dengan Sang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur, AL Khaliq termanifestasikan dalam bentuk ikatan aqidah dan keharusan beribadah hanya kepada-Nya, serta pengakuan hanya Dia lah Yang Maha Pembuat seluruh Aturan Hukum (system), dan sama sekali tidak mempersekutukannya dengan apapun. Juga kewajiban untuk mengikuti semua aturan dan hukum (system) tersebut, serta wajib terikat dengan seluruh perintah dan larangan-Nya. Disamping juga wajib menjadikan Nabi Muhammad saw. Sebagai utusan Alah, yang wajib diikuti, diteladani dan diambil ajaran-ajarannya, dengan tidak mengikuti selain ajarannya, ataupun mangambil ajaran manusia yang lain.

﴿وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا﴾

Dan apa saja yang dibawa oleh Rasul untukmu, maka ambillah, dan apa saja yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr [59]: 7)

Islam telah datang dengan membawa corak pemikiran yang khas, dimana dengan pemikiran itu ia bisa melahirkan sebuah peradaban yang khas pula, yang berbeda sama sekali dengan peradaban yang lainnya. Dan Dengan pemikiran-pemikiran itu pula, ia mampu melahirkan kumpulan konsepsi kehidupan, serta menjadikan benak para penganutnya dipenuhi dengan corak peradaban tersebut. Pemikiran-pemikiran itu muga telah melahirkan pandangan hidup yang khas, yang mampu membangun sebuah masyarakat, dimana pemikiran, perasaan, system dan manusianya menjadi suatu kesatuan yang khas pula.

Demikian pula Islam datang dengan membawa aturan paripurna dan sempurna, yang mampu menyelesaikan seluruh problem interaksi di dalan negara dan masyarakat, baik masalah pemerintahan itu sendiri, ekonomi, social, peradilan, pendidikan maupun politik di dalam maupun luar negeri; baik yang menyangkut interaksi umum, antara negara dengan anggota masyarakatnya, atau antara negara dengan negara, maupun negara dengan umatdan bangsa-bangsa lain; dalam keadaan damai maupun perang. Ataupun yang menyangkut interaksi secara khusus antara anggota masyarakat satu dengan yang lainnya.


BAB II

PEMBAHASAN

A. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA

Memenuhi urusan rakyat termasuk kegiatan ri’ayatus syu’un, sedangkan ri’ayatus syu’un itu adalah semata-mata wewenang Khalifah, maka seorang Khalifah memiliki hak untuk mengadopsi teknis administrasi (uslub idari) yang dia kehendaki, lalu dia perintahkan agar teknis administrasi tersebut dilaksanakan. Khalifah juga memiliki hak diperbolehkan membuat semua bentuk perundang-undangan dan system administrasi (nidzam idari), lalu mewajibkan atas seluruh rakyat untuk melaksanakannya. Karena, semuanya itu merupakan kegiatan-kegiatan substansi. Khalifah juga diperbolehkan untuk memerintahkan salah satu diantaranya, kemudian hal menjadi mengikat atas semua orang untuk melaksanakan aturan tersebut, tidak dengan aturan yang lain. Maka, pada saat itu hukum mentaatinya menjadi wajib. Sebab hal ini merupakan kewajiban untuk mentaati salah satu hukum yang ditetapkan oleh Khalifah.

Dalam hal ini artinya Khalifah telah menetapkan suatu hukum (tabanniy) terhadap suatu perkara yang telah dijadikan oleh syara’ sebagai haknya. Artinya Khalifah telah melakukan hal-hal yang diangap perlu untuk memudahkannya dalam menjalankan tuganya, yaitu ri’ayatus syu’un. Oleh karena itu ketika dia menetapkan suatu hokum berkaitan dengan system administrasi, rakyat wajib terikat dengan apa yang telah ditetapkannya tersebut., dan perkara ini termasuk dalam hal ketaatan terhadap ulil amri.

Hal yang tersebut di atas merupakan kegiatan administrasi negara dilihat dari sisi penaganannya, sedangkan dalam kaitannya mengenai rincian kegiatan administrasi, dapat diambil dari fakta kegiatan administrasi itu sendiri.

Dengan meneliti faktanya, akan nampak bahwa di sana terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Khalifah sendiri atau oleh para apembantunya (mu’awin). Baik berupa kegiatan pemerintahan, yaitu menerapkan hukum syara’, ataupun kegiatan administrasi, yaitu melaksanakan semua urusan yang bersifat substansi, dari kegiatan penerapan hukum syara’, bagi semua orang. Dimana hal ini memerlukan cara dan sarana tertentu. Oleh karena itu harus adan aparat khusus yang dimiliki khalifah dalam rangka mengurusi urusan rakyat sebagai tangung jawab kekhilafahan tersebut. Disamping itu, ada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan rakyat yang harus dipenuhi. Maka Hal ini membutuhkan adanya instansi yang secara khusus bertugas memenuhi kepentingan rakyat, dan ini adalah suatu keharusan, berdasrkan kaedah:

Apabila suatu kewajiban tidak sempurna ditunaikan, kecuali dengan adanya suatu perkara, maka mewujudkan perkata tersebut adalah wajib”

Instansi tersebut terdiri dari departemen, jawatan, dan unit-unit tertentu. Departemen antara lain Pendidikan, Kesehatan, Pertanian, Perhubungan, Penerangan, Pertanahan, dan lain sebagainya. Semua departeman mengurusi departemennya sendiri, beserta jawatan dan unit-unit di bawahnya. Sedangkan jawatan adalah instansi yang mengurusai jawatanya dan unit-unit di bawahnnya. Adapun unit-unit tersebutmengurusi urusn unit itu sendri, beserta bagian-bagian dan sub bagian di bawahnya. Semuanya di bentuk untuk menjalankan urusan- urusan administrai negara, serta memenuhi kepentingan-kepentingan rakyat. Dan pada tingkat yang paling atas diangkat pejabat yang bertanggungjawab kepada Khalifah dan secara langsung mengurusi urusan departemen tersebut, berikut para aparat ditingkat ke bawahnya hingga sub-sub bagian di dalam departemen tersebut.

Inilah penjelasn fakta system administrasi negara, yang merupakan perangakat umum bagi semua rakyat, termasuk siapapunyang hidup di dalam naungan negara Islam. Instansi-instansi tersebut biasanya disebut “Diwan” atau “Diwannud Daulah”.[1]

C. SEJARAH ADMINISTRASI NEGARA ISLAM

Di masa Rasululah saw belum pernah di bentuk secara khusus system administrasi negara bagi departeman dan diwan teresebut dengan ketentuan secara khusus, akan tetapi beliau hanya mengangkat para “katib” pencatat, untuk setiap departemen tersebut, di mana mereka layaknya pejabat yang mengepalai suatau jawatan tertentu sekaligus pencatatnya.

Orang yang mula-mula membuat diwan dai dalam Islam adalah Umar bin Khathab ra. Adapun yang menyebabkan beliau membuat diwan adalah, ketika beliau mengutus utusan dengan membawa “hurmuzan”, lalu orang itu berkata kepad Umar: “Ini adalah utusan yang keluarganya telah engkau beri bagian harta. Bagaimana kalau salah seorang di antara mereka ada yang terlupakan, dan dia tetap menahan dirinya, lalu dari mana bawahanmu bias mengetahuinya? Maka buatlah diwan untuk mengurusi mereka.” Maka Umar bertanya kepadanya tentang diwan tersebut, kemudian dia menjelaskanya kepada Umar.(An Nabhanni,ibid)

Abid bin Yahya meriwayatkan dari Harits bin Nufail, bahwa Umar ra. Meminta pendapat kaum muslimin untuk membuat diwan, lalu Ali bin Abi Thalib ra. Berkata: ”Engkau bagi saja harta yang telah terkumpul padamu, tiap tahun sekali. Dan jangan sedikitpun engkau menyimpannya,” Lalu Utsman ra. Menyampaikan usul:”Aku melihat orang-orang mempunyai harta yang banyak sekali. Kalau tidak pernah ihitung, hinga tidak tahu mana yang sudah dipungut dan mana yang belum, aku khawatir masalah ini akan merebak.” Kemudian Al Walid bin Hisyam mengusulkan:”Aku pernah berada di Syam, lalu aku melihat raja-raja di sana membuat diwan, dan mengatur para prajuritnya(dengan diwan tersebut). Maka, buatlah diwan dan aturlah prajurit tersebut(seperti mereka).” Umar akhirnya mengambil usulan Walid tersebut. Lalu beliau memangil Uqail bin Abi Thalib, Mukhrimah bin Naufal, Jubair bin Muth’im, yang mana mereka adalah pemuda-pemuda keturunan Quraisy. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka;” Catatlah semua orang itu menurut tempat tinggal mereka.

Setelah Islam mulai merambah dan mulai nampak di Iraq, maka diwanul istifaa’ (Instansi pengumpul harta Fai’) dan instansi pengumpul harta mulai berjalan seperti praktek yang terjadi sebelumnyadi sana. Diwan Syam mempergunakan gaya Romawi, sedangkan Diwan Iraq menggunakan gaya Persia. Kemudian pada masa Abdul Malik bin Marwan, maka belia mentrasnfer diwan Syam tersebut ke Arab pad tahun 81 hijriyah. Lalu disusul dengan pembentukan diwan-diwan sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi tuntutan menagani urusan rakyat. Semisal diwan yang dikhususkan untukmengurusi masalah pasukan, yang bertugas untuk mengangkat dan memberikan gaji tentara. Ada pula sebagai pengatur masalah pekerjaan, yang bertugas memberikan instruksi dan upah. Ada juga diwan yang mengurusi para wali dan amil yang bertugas untuk mengurusi pengangkatan dan pemberhentian mereka. Ada juga diwan yang bertugas mengurusi kas negara (baitul maal), yang bertugas mengurusi pendapatan dan pengeluaran negara.Dan seterusnya. Maka diwan-diwan tersebut, semuanya berhubungan dengan kebutuhan, dan secara teknis biasa saja berbeda-beda dari masa ke masa sesuai dengan kemaslahatan yang dibutuhkan.

D. SIFAT ADMINISTRASI NEGARA ISLAM

Administrasi Negara dalam Islam dibangun berdasarkan falsafah: wa-in kaana dzu ‘usratin fanadhiratun ila maysarah (jika ada orang yang mempunyai kesulitan, maka hendaknya dilihat bagaimana memudahkanya). Dengandemikian ia bersifat untuk memudhkan urusan dan bukan untuk menekan apalagi memeras orang yang menghendaki kemaslahatannya dipenuhi atau ditunaikan. Dan startegi yang di jalankan dalam rangka mengurusi maslah administrasi ini adalah dilandasi dengan suatu kaedah: SEDERHANA DALAM PERATURAN, CEPAT DALAM PELAYANAN, serta PROFESIONAL DALAM PENANGANAN. Hal ini diambil dari realitas pelayanan terhadap kebutuhan itu sendiri. Karena umumnya orang yang mempunyai kebutuhan tersebut menginginkan agar ebutuhannya dilayani dengan cepat dan terpenuhi dengan sempurna (memuaskan).

Rasulullah saw. Bersabda:

Seseungguhnya Allah memerintahkan kesempurnaan dalam segala hal. Maka, Apabila kalian membunuh (dalam hukuman Qishas), sempurnakanlah pembunuhannya. Dan Apabila kalian, menyembelih, maka sempurnakanlah sembelihannya.” (HR. Imam Muslim)

Karena itu, kesempurnaan dalam menunaikan pekerjaan jelas diperintahkan oleh syara’. Agar tercapai kesempurnaan dalam menunaikan urusan tersebut, maka penanganannya harus memenuhi tiga kriteria tersebut, 1) sederhana dalam peraturan, karena dengan kesederhanaan itu akan menyebabkan kemudahan. Kesederhanaan itu dilakukan dengan tidak memerlukan banyak meja,atau berbelit-belit Sebaliknya aturan yang rumit akan menimbulkan kesulitan yang menyebabkan para pencari kemaslahatan menjadi susah dan jengkel. 2) cepat dalam pelayanan, karena kecepatan dapat mempermudah bagi orang yang mempunyai kebutuhan terhadap sesuatu untuk meperolehnya,dan 3) Pekerjaan itu ditangani oleh orang yang ahli (professional). Sehingga semuanya mengharuskan kesempurnaan kerja, sebagaimana yang dituntut oleh hasil kerja itu sendiri.

Dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip kemudahan ini pula system administrasi dalam Islam tidak bersifat sentralistik, yang ditentukan semuanya oleh pusat, sebaliknya bersifat desentralisasi, atau diserahan kepada masing-masing desa, kecamatan, kabupaten/kota, atau propinsi. Dengan demikian kemaslahatan yang akan deselesaikan dapat ditunaikan dengan cepat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, tanpa harus menunggu disposisi, keputusan dari atas atau pusat.

Dan karena perkara ini adalah bagian dari uslub yang mempunyai sifat fleksibel dan temporal. Artinya, dengan fleksibilitasnya, masalah administrasi akan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan yang hendak dipecahkan atau diselesaikan. Dengan sifatnya yang temporal, Administrasi negara bias berubah sewaktu-waktu, jika dipandang tidak lagi sesuai atau tidak cocok lagi dengan kemaslahatan yang dituntut untuk dipenuhi.

E. ISLAM MENJAGA KUALITAS SDM APARAT YANG UNGGUL GUNA MEWUJUDKAN CLEAN & GOOD GOVERNANCE

Keunggulan SDM para aparat yang mendapatkan amanat untuk melaksanakan tugas pelayanan administrasi negara dalam Islam dilahirkan dari bahwasanya menurut pandangan Islam tugas atau pekerjaan administrative, adalah kewajiban dan tanggung jawab. Karena itu Islam menetapkan persyaratan khusus bagi setiap aparat, yaitu keahlia teknis administrasi tertentu. Ketetapan seseorang yang diangakat untuk menjalankan tugas di daerah-daerah dan di lapangan administrasi negara dan di dalam aparat pemerintahan yang lain didasarkan pad kemampuan melaksanakan tugas dengan jujur, adil, ikhlash, dan taat kepada perundang-undangan negara, politis maupun administrative. Pemilihan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu berdasarkan ukuran tersebut. Disamping itu bagi para penguasa dikenakan syarat khusus, yaitu sifat-sifat tertentu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan yang akan menjadi tangung jawab nya. Seorang Hakim, misalnya ia harus seorang muslim yang merdeka, cerdas, adil, dan menguasai ilmu fiqh (hukum Islam).Seorang pengasa daerah harus seorang yang muslim, merdeka, cukup usia adil, memiliki kemampuan untuk memimpin urusan daerah yang menjadi kekuasaannya. Selain itu ia harus seorang yang ahli taqwa kepad Allah swt. Dan mempunyai kepribadian yang kuat. Yang dimaksud kuat dalam hal ini adalah kekuatan mental dan spiritual. Kekuatan mental ialah kecerdasan berfikir mengenai soal\soal hukum sehinga ia dapat mengetahui berbagai persoalan dan hubungan saling keterkaitannya. Dan yang dimaksud kekuatan spiritual dalam hal ini adalah bahwa seorang penguasa harus menyadari benar-benar bahwa dirinya adalah seorang amir (penguasa) yang kecenderungan fikiran dan perbuatannya harus sesuai dengan kedudukannya sebagai amir.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abu Dzar ra. Yang mengatakan sebagai berikut.: “Aku pernah berkata,: Yaa Rasulallah, apakah anda tidak berkenan mengangkat diriku sebagai penguasa daerah? Rasul saw. Menjawab seraya menepuk-nepuk kedua bahuku:”Hai abu Dzar, anda seorang yang lemah, sedangkan tugas ituadalah suatu amanah yanag akan membuat orang menjadi hina dan menyesal pada hari kiamat, kecuali jika ia mampu menunaikan hak dan kewajiban yang dipikulkan kepadanya.”

Atas dasar itulah maka seorang Walliyyul Amri wajib mengangkat orang di kalangan kaum muslimin yang paling tepat, right man, untuk melaksanakan tugas pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Rasul saw. Telah menegaskan:

Barang siapa mengangkat seorang sebagai pemimpin jamaah, padahal ia tahu bahwa di dalam kelompok itu terdapat orang yang lebih baik, maka ia telah mengkhianati Allah, mengkhianati Rasul-Nya dan mengkhianati kaum Mu’minin,” (Diriwayatkan oleh Al Hakim di dalam “AL Mustadrak”)

Kerusakan system administrasi yang terjadi di seluruh dunia saat ini yang mengakibatkan jatuhnya martabat negara yang jatuh di tangan system administrasi negara dan system politik sewenang-wenang, sehingga tidak mampu dan tidak berhasil mengatasi berbagai problem penyelewengan yang dilakukan oleh para penguas dan pejabatnya; apalagi mengikis segala kerusakan sampai ke akar-akarnya, guna menyelamatkan kekayaan negara dan kekayaan individu rakyat dari keserakahan orang yang hendak berbuat korupsi, maling, menyalahgunakan wewenang, menipu, manipulasi, dan sebagainya. Apalagi menjamin terpeliharanya keamanan negara di dalam negeri, menegakkan keadilan, berlakunya prinsip ”supremasi hukum” bagi semua orang tanpa membeda-bedakan yang memerintah dan yang diperintah!!!

Maka yakinlah, keadaan seperti di atas tidak mungkin terwujud kecuali di bawah pengayoman system dan hukum Islam.

Kalau pada jaman dahulu Islam sanggup mengikis habis kerusakan administrasi dibawah Persia dan Romawi, maka tidak diragukan lagi kalau dewas ini pun Islam akan tetap sangup menanggulangi kerusakan administrasi negara yang melanda semua negara di dunia ini, termasuk negara-negara yang dijuluki negara-negara maju, seperti Amerika, Inggris, dan negara-negara barat lainnya, maupun menyelamatkan Indonesia saat ini, tentu dengan Syari’at Islam………insya Alah!

Dengan melihat sepintas-kilas hukum Islam mengenai administrasi negara, kita dapat mengetahui bagaimana Islam mencegah terjadinya kerusakan di kalangan alat-alat negara/aparat baik di bidang administrasi maupun peradilan. Yaitu dengan mengharamkan pejabat atau pegawai menerima suap, hadiah, hibah, yang diberikan oleh orang-orang tertentu kepada mereka untuk memperoleh jaminan atas kepentingan-kepentingannya.

Islam telah menatapkan beberapa cara memperoleh harta secara tidak sah yang dilakukan oleh para penguas, pejabat, dan pegawai negara pada umumnya, yaitu; menerima suap, hadiah atau hibah, menerima hasil penyalahgunaan kedudukannya sebagai makelar, menerima komisi, korupsi dan menggunakan harta kekayaan yang berada di bawah kekuasaannya dengan cara sewenang-wenang.

Suap misalnya, yang didefinisikan para ulama Fiqh sebagai; semua harta /uang yang yang diberikan kepada seorang penguasa, hakim, atau pejabat dengan maksud untuk memperoleh keputusan mengenai suatu kepentingan yang mestinya wajib diputuskan tanpa pembayaran dalam bentuk apapun. Pengharaman suap adalah kuat di dasarkan nash-nash Al-Qur’an dan Hadits, Allah swt berfirman:

﴿وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

Dan janganlah ada sebagian kalian makan sebagian harta benda sebagian yang yang lain dengan jalan batil, dan janganlah menggunakannya sebagai umpan(untuk menyuap) para hakim dengan maksud agar kalian dapat makan harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengetahui (hal itu)” (QS.Al Baqarah [2]: 188).

Abu dawud meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasululah bersabda:

Laknat Allah terhadp penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan”

At Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits serupa berasal dari Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya Rasulullah bersabda:

Laknat Allah terhadp penyuap dan penerima suap”

Hadits lainnya lagi mengenai soal ini diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Al-Bazar, dan Al-Hakim, berasl dari Tsuban yang mengatakan:

Rasulullah saw. Melaknati penyuap,penerima suap, dan orang yan menyaksikan penyuapan.”

Abu Daawud juga meriwayatkan, Rasulullah bersabda:

Barang siapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadnya telah kami beri rizki(imbalan gaji), maka apa yang diambil olehnya selainitu adalah kecurangan.”

Adakalanya suap juga diberikan orang dengan maksud agar aparat/ penguasa/ pegawai, menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana mestinya. Suap semacam ini yang sangat dihinakan oleh shahabat Nabi, bahkan mereka menolaknya dengan tegas.

Sebuah riwayat berasal dari Sulaiman bin Yassar, mengatakan, bahwa Rasulullah saw, mengutus ‘Abdullah bin Rawahah berangkat ke Khaibar (daerah Yahudi yang baru saja tunduk kepada kekuasaan Islam) untuk menaksir hasil buah kurma di daerah itu, karena Rasulullah saw. Telah memutuskan hasil-hasil buumi Khaibar di bagi dua; separoh untuk kaum Yahudi sendiri yang mengelolanya, dan yang separohnya lagi diserahkan kepada Kaum Muslimin. Ketika Abdullah bin Rawahah sedang menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi dating kepadanyamembawa berbagai perhiasan yang merekakumpulkan dari istri mereka masing-masing. Kepada Abdullah mereka berkata,: “Perhiasan ini untuk anda, ringankanlah kami dan berilah kepada kami lebih dari separoh,” Abdulah menjawab,”Hai kaum Yahudi, demi Allah, kalian memang manusia-manusia hamba Allah yang paling kubenci. Apa yang kalian perbuat itu justru mendorong diriku merendahkan kalian. Suap yang kalian tawarkan itu adalah barang haram, dan kami kaum Muslimin tidak memakannya!” Mendengar jawaban tersebut mereka menyahut,”Karena itulah langit dan bumi tetap tegak!” (Imam Malik, Al Muwattha’:1450).

Ringkasnya ialah bahwa semua harta yang diperoleh melalui suap dipandang sebagai harta haram, bukan milik siapapun, harus disita dan diserahkan kepad Baitul Maal, karena harta yang demikian ini didapat dengan cara yang tidak sah. Penerimanya, pemberinya, perantaranya, wajib dijatuhi hukuman berat, karena praktek suap sangat besar pengaruhnya terhadap semua alat-alat negara dan merusak kepercayaan rakyat.

Islam juga mengharamkan kekayaan gelap yang di dapat secara tidak sah oleh penguasa dan pejabat. Selain itu Islam juga melarang seorang penguasa menyentuh kekayaan umum dengan alas an dan cara apapun, baik alasan penafsiran maupun fatwa dari ulama maupun “aulia”.

Atas dasar hukum-hukum tersebut Islam mengatasi maslah kerusakan administrasi negara ini dengan jelan mewujudkan SISTEM PENGAWASAN diri pribadi di kalangan para pejabat/aparat. Sebab, orang yang benar-benar muslim ia tidak akan berbuat korupsi, tidak akan mau menerima suap, tidak mau mencuri, tidak mau berkhianat, tidak mau berbuat dzalim dan tidak mau menipu; karena tahu bahwa Allah selalu mengawasi dirinya dan menuntut pertanggungjawaban atas setiap kejahatan, yang kecil maupun yang besar. Satu kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi, jika seorang penguas atau pejabat tidak memiliki sifat takwa kepad Allah swt. Serta tidak takut kepada pengawasn=Nya secara lahir-bathin, maka penguas atau pejabat atau aparat yang demikian pasti bersikap menindas rakyat dan bertindak sewenang-wenang!!


BAB III

PENUTUP

Demikianlah Islam tidak akan segan-segan untuk mengambil tindakan terhadap berbagai tindak penyalahgunaaan wewenang, jabatan dan kedudukan. Hukum Islam cukup efektif untuk menghilangkan sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan administrasi negara, untuk menjaga keselamatan kekayaan, tanah property, sumber daya alam dan semua milik negara maupun milik umum dan pribadi rakyat. Karena itupenerapan hukum Islam akan dapat menaggulangi krisis administrasi negara akibat kesewenang-wenagan para penguasa dan para pejabat terhadap rakyat; atau akibat tindak perkosaan yang mereka lakukan terhadap harta kekayaan milik rakyat, baik dilakukan melalui paksaan, kekerasan, tekanan kekuasaan, atau dengan cara penerimaan suap, hibah, hadiah,; atau akibat tindak korupsi terhadap harta negara dan kekayaan rakyat dengan penipuan dan pengelabuan; ataupun akibat praktek makelar proyek dan penerimaan komisi tanpa sepengetahuan negara atau melalui jalan belakang.

Semua ini akan segera dapat di hapuskan dengan senjata yang ampuh berupa system administrasi negara Islam yang telah nyata terbukti menghancurkan keboborokan administrasi yang diwariskan peradaban sebelumnya, padahal Islam belajar dari teknik mereka, tetapi karena adanya mafahim indhibath syar’iyy(kedisiplinan hukum) dalam wadah institusi negara, menjadikan Kaum Muslimin mampu memimpin manusia kejalan petunjuk….InsyaAllah, amiin……..


DAFTAR PUSTAKA

An Nabhanni, Nidzamul Hukmi Fil Islam.

http://al-fatih.blogspot.com/2008/06/administrasi-negara-islam-menjamin.html

http://al-fatih.blogspot.com/2008/06/administrasi-negara-islam-menjamin.html



[1] An Nabhanni, Nidzamul Hukmi Fil Islam, terj. Hal. 280.

0 comments: