HUBUNGAN AGAMA DAN ETOS KERJA (sistem ekonomi)

Friday, January 30, 2009

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembahasan antropologi agama ini dijelaskan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia serta budayanya yang bertujuan untuk memperoleh suatu pemahaman totalitas manusia sebagai makhluk. Baik di masa lampau maupun dimasa sekarang ini, baik organisme biologis maupun sebagai makhluk berbudaya. Oleh karena itu antropologi juga membahas tentang sifat-sifat khas fisik manusia dan budaya yang dimilikinya. Sedangkan agama adalah merupakan salah satu aspek yang paling penting daripada aspek-aspek budaya yang dipelajari, dan juga merupakan ide-ide keagamaan serta aspek-aspek keagamaan.
Jadi pengertian antropologi agama adalah ilmu yang mempelajari tentang fisik manusia dan yang beragam hanyalah manusia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama
Dalam bahasa sangsekerta, agama adalah yang menunjukkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyu dari Tuhan. Didalam kitab Sunarigama, agama adalah ajaran yang menguraikan tentang tata cara yang misteri, karena Tuhan itu rahasia. Sedangkan didalam kitab Samdarigama, ada istilah Ugama dan Igama, Ugama adalah ajaran tentang upacara atau tata cara yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan peralatan atau sarana. Sedangkan Igama adalah ajaran kebatinan atau tentang kebenaran filsafat ketuhanan, sehingga dengan igama manusia memahami tentang hakikat hidup.
Dalam istilah, agama ini juga menunjukkan pengertian bahwa manusia menganut kepercayaan yang ghaib. Kepercayaan kepada yang ghaib merupakan sebagian dari adatnya yang tradisional, jadi bisa dinamakan agama suku atau adat suku yang menyangkut keagamaan.
Didalam agama, ada beberapa ciri-ciri yang disebutkan sebagai berikut ;
a. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b. Mengadakan hubungan dengan Tuhan dan melakukan upacara (ritus) pemujaan dan penghormatan,
c. Adanya ajaran tentang ketuhanan,
d. Adanya sikap hidup yang ditimbulkan oleh ketiga unsur tersebut, kepercayaan, adanya hubungan dengan Tuhan dan ajarannya.
Agama juga merupakan salah satu aspek yang paling penting daripada aspek-aspek budaya yang dipelajari oleh para antropolog dan ilmuwan sosial lainnya. Agama itu saling pengaruh mempengaruhi dengan sistem organisasi, kekeluargaan, perkawinan, ekonomi, hukum dan politik. Serta agama telah memberikan inspirasi untuk memberontak dan melakukan peperangan. Didalam ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik dan hal tersebut tidak menjumpai keterbatasan dibanding dengan permasalahan spiritual yang dipertanyakan oleh manusia itu sendiri.
Dalam pembahasan agama ini bertujuan untuk memahami kehidupan beragama, yang oleh uraian ahli tentang agama juga diungkapkan bersamaan dengan definisi agama, yang menarik kesimpulan dan fenomena kehidupan beragama.

B. Hubungan Agama Dengan Etos Kerja (Sistem Ekonomi)
Didalam hubungan agama ini tidak hanya terpusat kepada hubungan satu agama saja, tetapi juga kepada agama – agama lain, seperti agama Yahudi, Nasrani, Islam, dan lain-lain.
Dibandingkan dengan agama – agama monoteis lain ditimur tengah dimana perjanjian lama dan unsur–unsur Yahudi – Nasrani memegang peranan yang sangat penting, maka agama Islam adalah yang datang kemudian. Namun agama Islam dapat “menyesuaikan diri” dengan dunia. Dalam periode di Mekkah, agama eskatologis (dengan amanatnya mengenai hari kiamat) dilancarkan olh Muhammad, tumbuh kelompok-kelompok yang shaleh yang bercorak kekotaan dan memperlihatkan kecenderungan untuk memisahkan diri dari keduniaan. Tetapi, pertumbuhan selanjutnya di Madinah dan dalam bentuk evolusi umat Islam pada masa-masa permulaan, dia berubah menjadi bentuk aslinya, dan menjadi suatu agama perjuangan nasional Arab, dan kemudian menjelma sebagai suatu agama yang memiliki ciri-ciri kelas yang sangat kuat. Pengikut-pengikut yang dengan masuknya mereka kedalam agama Islam kemungkinan sukse yang menentukan bagi para Nabi, selalu terdiri dari anggota keluarga-keluarga yang kuat dan berkuasa.
Perintah-perintah agama dari hukum suci pada tahap pertama tidak bertujuan menarik orang kedalam agama Islam, dan meninggalkan agama yang mereka anut. Tujuan utama untuk berperang ialah supaya “mereka (pengikut-pengikut agama lain dari kitab) bayar upeti (jizyah)”, artinya supaya Islam naik ketingkat tertinggi dalam skala sosial dunia, dengan menuntut penghormatan dari agama – agama lain, dan harapan – harapan yang menandai masa yang paling dini dari agama ini. Ciri-ciri terakhir dari etik ekonominya bersifat feodal. Pengikut-pengikut yang paling shaleh dari agama ini dalam generasi pertamanya menjadi orang-orang yang paling kaya oleh hasil rampasan perangnya.
Dari tradisi Islam, senang sekali melukiskan pakaian mewah, minyak wangi, dan janggut yang teratur rapi dari orang-orang yang shaleh. Peribahasa mengatakan : “waktu Tuhan memberikan rahmatNya kepada orang berupa kekayaan, Dia ingin melihat agar tanda-tanda kekayaan itu nyata pada orang itu”, menurut tradisi yang diucapkan oleh Muhammad kepada orang-orang kaya yang tampil didepannya berpakaian compang-camping, merupakan perbedaan yang ekstrim seklai dari setiap etik ekonomi orang puritan, tetapis sesuai sekali dengan konsepsi – konsepsi feodal mengenai status. Peribahasa ini berarti bahwa orang yang kaya harus “hidup sesuai dengan statusnya”.
Didalam al-Quran, Muhammad digambarkan sebagai seorang yang sama sekali menolak sistem hidup dalam bicara, tetapi tidak menolak seluruh segi kehidupan sebagao asket, karena dia menghormati puasa, pengemis, dan penderitaan seseorang yang menyerah dan bertobat. Sikap Muhammad menentang hidup menahan nafsu timbul dari motivasi-motivasi. Dalam hagiologi (satsra mengenai orang-orang yang dipuja) agama – agama yang mengandung etik keselamatan dapat kita pandang unik.
Tetapi agama Islam tidak pernah merupakan agama keselamatan yang sesungguhnya, malahan konsepsi etis mengenai keselamatan sebetulnya asing sekali bagi Islam. Semua perintah agama Islam memperlihatkan sifat-sifat politis ; penghapusan pertengkaran dendam demi meningkatkan usaha perang melawan musuh dari luar, larangan riba, peraturan mengenai pajak, dan lain-lain. Bersifat politis pula kewajiban agama terpenting dalam Islam, sedangkan dogma yang diwajibkan ialah pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, dan Muhammad adalah Rasul-Nya, serta rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap agama Islam. Akhirnya, Islam mewajibkan pakaian tertentu dalam hidup sehari-hari ( yang membawa akibat ekonomis yang besar sekali pada setiap suku-suku yang biadab dinobatkan masuk Islam).
Gambaran Islam, Nabi sebagai orang yang bebas dari dosa adalah ciptaan teologis kemudian hari, yang tidak selaras dengan sifat Muhammad yang sensual sekali, dan sering meledak kemarahan pada provokasi-provokasi kecil saja.
Konsepsi feodal asli mengenai dosa tetap mempunyai pengaruh besar dalam Islam ortodok, dimana dosa merupakan ketidaksucian yang ritual, dan pencemaran kesucian, pelanggaran dari larangan-larangan yang jelas dari Rasul, penghinaan terhadap kelas bangsawan berhubungan dengan pelanggaran – pelanggaran etika. Islam memperlihatkan sifat jiwa feodal dengan menerima perbudakan pengabdian, sampai kepada kewajiban-kewajiban beribadat yang sangat sederhana, dan kesederhanaan yang lebih besar lagi dalam kewajiban –kewajiban etis.
Islam tidak bertambah dekat dengan ajaran Yahudi dan agama Kristen dalam menentukan perkembangan Islam dengan tercapainya hasil yang besar dalam ilmu akhlak yang berkenaan dengan soal kata hati yang teologis dan yuridis.
Yudaisme dan Kristen pada hakikatnya adalah agama - agama kewargaan dan kekotaan, tetapi bagi Islam hanya mempunyai arti politis. Dalam kesederhanaan hidup sehari-hari mungkin bisa timbul berdasarkan sifat kultus resmi dalam Islam, dan kebanyakan dari golongan kelas menengah rendahan mengikuti kaum Derwish, yang tersebar kemana-mana dan lambat laun kekuatannya meningkat serta akhirnya lebih terpengaruh dari ajaran alim-ulama yang resmi, sehingga Islam itu sangat berhubungan dengan kesederhanaan.
Dalam ajaran Yahudi, Islam tidak menuntut pengetahuan lengkap mengenai hukum yang menyeluruh dan tidak memiliki latihan intelektual dalam kasuistri yang memupuk nasionalisme dalam ajaran Yahudi. Kepribadian yang dicita-citakan dalam Islam bukanlah watak seorang sarjana melainkan watak seorang pejuang. Dan mengutarakan berbagai akibat yang timbul dalam keadaan semacam ini dari pertentangan antara kelompok-kelompok prajurit orang-orang Islam dan para kekuasaan golongan Umayyah yang menyukai dengan kemewahan, karena percaya takdir. Islam telah dipalingkan sama sekali dari setiap kontrol yang metodis terhadap hidup berhubung dengan timbulnya kultus-kultus orang suci dan pada akhirnya oleh ilmu ghaib.
Pertentangan dengan sistem etika keagamaan yang asyik memikirkan pengawasan soal-soal ekonomi dunia, terdapat etika asasi mengenai penolakan dunia. Suatu konsentrasi mistik yang menerangi Budhisme yang otentik dan purba itu. Etika yang menolka dunia ini pun masih “rasional”, maksudnya bahwa dia menciptakan pengawasan yang tidak henti-hentinya terhadap dorongan-dorongan yang tumbuh menurut kodrat dan nalurinya, walaupun dengan tujuan – tujuan yang berlainan dari asketisme dunia bathin.
Dari sikap melarikan diri dari dunia ini, tidak ada jalan menuju kepada sesuatu etika ekonomi atau arah etika sosial yang rasional. Dan rasa kasihan terhadap sesama makhluk yang universal ini, tidak dapat membawa sikap yang rasional, dan nyata – nyata menjauh dari sikap tersebut, sehingga nenek moyang membagi-bagikan rahmat dan keselamatan bagi mereka.
Selain itu agama di Asia meluangkan tempat untuk dorongan memiliki dari kaum pedagang, kepentingan mencari nafkah para tukang, serta rasa terikat pada tradisi golongan petani. Di Jepang pola-pola class oriented dari golongan elite memperlihatkan ciri-ciri Feodal. Di Tiongkok memperlihatkan ciri-ciri Patrimonial, Birokratis dan mengandung sifat-sifat yang mementingkan kegunaan yang kuat. Di India memperlihatkan campuran dari ciri-ciri kesatriaan, patrimonial, dan intelektualistis. Tetapi tidak satupun, agama-agama di Asia memberikan motivasi dan orientasi etis rasional mengenai dunia yang didiaminya. Oleh makhluk sesuai dengan perintah Ilahi. Dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kekurangan kesanggupan untuk rasionalisme tekhnis dan ekonomis yang merupakan suatu perbedaan.



C. Agama dan Perkembangan Ekonomi
Weber menekankan bahwa peninjau-peninjau asing dari zaman itu menerangkan betapa perkembangan ekonomi belanda yang berjalandengan cepat sekali pada periode setengah bagian pertama abad ke 17 merupakan hasil perkembangan aliran Calvinis Belanda. Pada pihka lain, ia menyadari bahwa banyak dari saudagar-saudagar Belanda waktu itu bukanlah aliran calvinis, tapi anggota – anggota ataupun simpatisan-simpatisan dari sebuah cabang aliran Protestan yang bersifat lebih liberal. Dari yang bersifat liberal ini golongan Arminius akhirnya diusir dari kalangan resmi gereja tahun 1619, orientasi – orientasi liberal dari saudagar-saudagar kaya yang tetap kuat.
Weber mencatat bahwa golongan Arminian menolak doktrin ortodok tenteng “takdir” dan mereka juga tidak ikut campur dalam perkembangan asketisme batiniah yang dianggap sebagai salah satu akar psikologis kapitliame modern.
Dari argumen Weber seolah-olah menunjukkan bahwa betapa etika Calvinis dan semangat asketis, yakni yang telah mendorong munculnya perlawanan bangsa Belanda terhadap raja Spanyol didalamk bagian kedua dan abad ke-16, telah mulai mengalami kemerosotan-kemerosotan dinegeri Belanda sejak abad ke-17.
Dalam pandangannya, perkembangan yang cepat dari kekuatan ekonomi Belanda masih berhubungan dengan etika protestan, akan tetapi kekuatan pengaruhnya telah sedikit mengalami hambatan dengan adanya peningkatan kekuasaan para pangeran-pangeran penguasa, yang disebut Weber sebagai “kelas sentenier”.
Kelemahan teori Weber dalam menerangkan kasus Belanda tersebut telah dikemukakan oelh pengkritik-pengkritiknya berulang kali. Tawney, mendebatkanya dengan menunjukkan betapa tumbuhnya sikap positif terhadap perkembangan ekonomi merupakan sesuatu yang baru berkembang kemudian dalam Calvinisme.
Pada akhir abad ke-16 sejumlah persentase terbatas penduduk negeri Belanda dapat disebut Calvinis, dan pengikut aliran ini tidak dapat diperhitungkan sebagai mereka yang berada digaris depan perkembangan ekonomi. Dan “bapak” Cats telah memainkan peranan yang mempopulerkan Calvinisme diantara masysrakat awam Belanda.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Beins, pada waktu itu juga doktrin-doktri ekonomi Calvinisme Belanda sangat sulit sekali untuk dinilai sebagai sesuatu yang mendorong perkembangan jiwa kapitalisme. Karen itu tidak dapat dibantah bahwa perkembangan ekonomi dari Republik Belanda selama zaman emas merupaka sesuatu yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan lain diluar etika protestan seperti yang dirumuskan oleh Weber.
Dalam analisa yang mendalam tentang perkembangan ekonomi Belanda mungkin memberikan sumbangan terhadap pengertian yang lebih baik tentang hubungan antara agam dan perkembangan ekonomi ditimur jauh. Tetapi tampaknya masyarakat timur tidak mampu menumbuhkan perkambangan dari dalam dirinya sendiri.
Dari pandangan barat yang beranggapan bahwa hanya ada satu jalan kearah kemajuan ekonomi, yaitu jalan kapitalisme swasta. Dalam pertumbuhan kapitalisme swasta ini merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam menilai pertumbuhan kapitalisme swasta ini merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam menilai kebenaran dari interpretasi sejarah ekonomi Jepang menurut pandangan Weber.
Lain lagi seperti yang dilakukan Jacobs, bahwa “ketidakhadiran” faktor-faktor ideologi yang menghambat sudahlah cukup membuka kesempatan bagi tumbuhnya kapitalisme secara “spontan” dai suatu masyarak yang memilikistruktur “feodal”.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Agama adalah sebagai sesuatu yang menurunkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyu dari Tuhan, ungkapan ini berdasarkan dalam bahasa Sansekerta. Dalam agama, beberapa ciri-ciri yang disebutkan sebagai berikut ;
a. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b. Mengadakan hubungan dengan Tuhan dan melakukan upacara (ritus) pemujaan dan penghormatan,
c. Adanya ajaran tentang ketuhanan,
d. Adanya sikap hidup yang ditimbulkan oleh ketiga unsur tersebut, kepercayaan, adanya hubungan dengan Tuhan dan ajarannya.
Sehingga agama itu merupakan salahs satu aspek yang sangat penting dari aspek-aspek budaya yang dipelajari oleh para antropolog dan ilmuwan sosial lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Agus Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia (Pengantar Antropologi Agama), (Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Daradjat Zakiyah, dkk, Perbandingan Agama, (Jakarta ; Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1981) cet. 2
Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama I, (Bandung ; PT. Cipta Aditya Bakti, 1993).
Djamal Murni, Perbandingan Agama I, (Jakarta ; PT Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, 1981) cet. 2
Abdullah Taufik, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta ; LP3ES, 1979).

0 comments: