KEENGGANAN ISTERI YANG DIABAIKAN SUAMI UNTUK MENGAJUKAN GUGAT CERAI DI KOTA BANJARMASIN

Friday, January 30, 2009

BAB I

PENDAHULUAN

KEENGGANAN ISTERI YANG DIABAIKAN SUAMI UNTUK MENGAJUKAN GUGAT CERAI

DI KOTA BANJARMASIN

A. Latar Belakang Masalah

“Perkawinan” menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan “nikah” dan perkataan “ziwaj”, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (hakikat) dan arti kiasan (majaz). Arti yang sebenarnya dari “nikah” ialah “dham” yang berarti menghimpit”, “menindih” atau “berkumpul”, sedangkan arti kiasannya ialah “watha” yang berarti “setubuh” atau “aqad” yang berarti pengadakan perjanjian pernikahan.

Dalam masalah perkawinan, para ahli fiqih mengartikan “nikah” menurut arti kiasan, mereka berbeda pendapat tentang arti kiasan yang mereka pakai, Imam Abu Hanifah memakai arti “setubuh”, sedangkan Imam Asy-Syafi’i memakai arti “mengadakan perjanjian perikatan”.[1]

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaaqon Gholidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah untuk melaksanakan perkawinan harus ada calon suami, isteri, wali nikah, dua orang saksi dan ijab qabul.

1) Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama,

2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya,

3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberikan kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak.

c. Biaya pendidikan bagi anak.

5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya,

6) Isterinya dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b, dan

7) Kewajiban suami sebagaimana dimakasud ayat (5) akan gugur apabila isteri nusyuz.[2]

Dasar hukum agama dari ketentuan pasal 80 kompilasi di atas adalah surah an-Nisa, 4: 34 ;

ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ

Artinya: .. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.[3]

Sebagaimana hadis berikut menjelaskan :

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فابت أن تجيء فبات غضبان لعنتها الملائكة حتى تصبح

Artinya: dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw bersabda: jika seorang laki-laki (suami) mengajak istrinya ketempat tidur (berhubungan), kemudian istri enggan / menolak untuk mendatangi ajakan suaminya, kemudian suami marah, maka perempuan itu akan dilaknat (dikutuk) malaikat sampai pagi.[4]

Ketika hubungan perkawinan yang dibentuk itu telah berlangsung, maka ada sebagian laki-laki cendrung untuk beristeri lebih dari satu orang, berdasarkan alasan-alasannya bahkan ada suami yang melakukan pengabaian terhadap isterinya karena suaminya tidak lagi mencintainya , faktor pihak ketiga juga merupakan salah satu penyebab suami untuk melakukan pengabaian.

Dari pengamatan penulis diperoleh gambaran bahwa di kota Banjarmasin terdapat para suami yang melakukan pengabaian terhadap isterinya sendiri. Dan ternyata si isteri mengatakan bahwa sebelum suami menikahi wanita lain, suami tersebut tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik. Tapi sayang ketika suami setelah menikahi wanita lain, suami tersebut tidak melaksanakannya dengan baik.

Menurut pengakuan si isteri, setelah suami menikahi wanita lain tidak memberikan nafkah kepadanya baik secara lahir maupun bathin, demikian juga terhadap anak kandungnya sendiri. Dari pengabaian yang dilakukan suami maka sekarang ini kehidupan isteri dan anak terlunta-lunta atas perbuatan si suami/ si ayah, kehidupan isteri tidak diperhatikan dan tidak dibiayai oleh suami, serta kehidupan anak yang kurang kasih sayang dari seorang ayah.

Setelah terjadinya pengabaian yang dilakukan suami terhadap isteri dan anaknya, maka isteri berkeinginan untuk mengajukan cerai gugat terhadap suaminya. Keinginan isteri untuk mengajukan cerai ternyata ditolak oleh suaminya dengan ancaman membunuh terhadap isterinya apabila si isteri tersebut bersikap keras untuk minta cerai, dengan alasan itu isteri tidak mau mengajukan cerai gugat ke pengadilan agama, padahal perbuatan suaminya jelas melanggar norma-norma agama.

Hukum Islam telah menjelaskan bahwasanya jika takut akan dapat berbuat adil terhadap (hak-hak) PY yang yatim (bilamana kamu mengawininya maka kawinilah wanita-wanita yang lain yang kamu senangi, dua, tiga, empat, kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka kawinilah seorang saja, budak-budak yang mau miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[5]

Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang lebih jauh mengenai kondisi yang akan terjadi pada rumah tangga orang yang melakukan pengabaian ini dan apa yang mendasari mereka melakukan hal ini. Permasalahan ini dituangkan dalam penelitian yang berjudul : “KEENGGANAN ISTERI YANG DIABAIKAN SUAMI UNTUK MENGAJUKAN GUGAT CERAI DI KOTA BANJARMASIN”.

B. Rumusan Masalah

Untuk terarahnya penelitian ini, maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran keengganan isteri, alasan-alasan dan dampak yang ditimbulkan dari keengganan isteri mengajukan cerai gugat terhadap suami yang melakukan pengabaian di Kota Banjarmasin ?

2. Bagaimana tinjauan Islam dan hukum positif terhadap keenganan isteri mengajukan cerai gugat terhadap suami yang melakukan pengabaian di kota Banjarmasin ?

C. Tujuan Penelitian dan Signifikansi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Mengetahui gambaran keenganan isteri, alasan-alasan dan dampak yang ditimbulkan dari keenganan isteri mengajukan cerai gugat terhadap suami yang melakukan pengabaian di kota Banjarmasin.

2. Mengetahui tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap keenganan isteri mengajukan cerai gugat terhadap suami yang melakukan pengabaian di kota Banjarmasin.

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kasus ini adalah permasalahan yang harus dipecahkan menurut hukum Islam.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kerancuan atau kesalahpahaman terhadap istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka penulis merasa perlu memberikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Keengganan artinya ketidaksudian. Yang dimaksud penulis disini adalah tidak mau melakukan pengajuan perceraian.

2. Di abaikan adalah tidak diperdulikan baik secara lahir maupun bathin,

3. Mengajukan adalah mengemukakan suatu permintaan.

4. Gugat adalah sesuatu yang harus dapat memperlihatkan bukti-bukti yang sah,

5. Cerai adalah perpisahan antara suami isteri.[6]

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian nantinya yang diharapkan oleh penulis berguna untuk :

1. Bahan informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ahwal al Syaksiyah.

2. Informasi bagi yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut pada permasalahan yang sama dari sudut pandang yang berbeda.

3. Bahan masukan dalam memperkaya khazanah perpustakaan IAIN Antasari Banjarmasin.

4. Bahan informasi bagi masyarakat khususnya orang Banjar untuk dapat dikaji direnungkan serta diamalkan tentang hukum Islam yang tertuang dalam karya ilmiah ini.

F. Kerangka Pemikiran

Pokok pemikiran ini adalah membahas tentang :

1. Mengetahui gambaran keenganan isteri, alasan-alasan dan dampak yang ditimbulkan dari keengganan isteri mengajukan cerai gugat terhadap suami yang melakukan pengabaian di kota Banjarmasin

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap keengganan isteri mengajukan cerai gugat terhadap suami yang melakukan pengabaian di kota Banjarmasin.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakangmasalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan signifikansi penelitian , definisi operasional, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika penulisan.

BAB II : Beberapa ketentuan umum dalam perceraian yang terdiri dari pengertian perceraian, dasar hukum perceraian, peloaksanaan perceraian menurut hukum Islam terdiri dari : rukun dan syarat perceraian, macam-macam perceraian dan tata cara tholaq yang baik, pelaksanaan perceraian menurut hukum posotif terdiri dari putusnya perceraian dan tata cara perceraian.

BAB III : Metode penelitian yang terdiri dari jenis dan pendekatan penelitian serta sifat dan lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, analisis data, dan tahapan penelitian.

BAB IV : Laporan hasill penelitian dan pembahasab yang disertai tinjauan hukum yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian , uraian deskrifsi kasus perkasus disertai dengan matriks untuk menyederhanakan sehingga memudahkan menganlisis, pembahasan istri yang diabaikan suami untuk mengajukan gugat cerai dikota Banjarmasin, dan tinjauan hukum Islam tentang perkawinan dan pengabaian.

BAB V : Penutup, yang beriwsikan simpulan dan saran-saran.



[1] Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1997. H. 1.

[2] Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Humanioka Utama Press, 1991. h. 41.

[3] Ahmad Rofiq, M.A., Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 187-188.

[4] Kahar Masyur, Bulughul Maram, (Jakarta; Rineka Cipta, 1992), h. 53-54.

[5] Ahmad Rofiq, op. cit., h. 194.

[6] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2006), h.

DI TULIS OLEH: DAHLIA

0 comments: