KEUNTUNGAN DAN RESIKO BANK SYARIAH

Sunday, October 11, 2009

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok masyarakat/unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (Surplus Unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan Dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.

Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai peminjaman dan pemberi pinjaman yang disebuat dengan hubungan antara kreditur dengan debitur. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syari’ah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpanan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha, pengelola investasi yang baik akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya menghasilkan dana.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah

Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.

Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank da­lam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-­waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekali­gus ataupun secara berangsur-angsur.

Dalam pandangan Syariah uang, bukanlah merupakan suatu komoditi rnelainkan hanya merupakan alat untuk mencapai per­tambahan nilai ekonomis

Sumber dana bank Syari’ah terdiri dari:

1. Modal inti (core capital)

Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:

· Modal yang yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham.

· Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari.

· Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.

2. Kuasa ekuitas (mudharabah account)

Bank menghimpun dana bagi-hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengolahan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerguian financial menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.

Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:

· Rekening investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah

· Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki.

· Rekening Tabungan Mudharabah; prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan.

3. Dana Titipan (Wadi’ah/non Remunerated Deposit)

Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.

· Rekening Giro Wadi’ah

Bank Islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi'ah. Dalam hal ini bank Islam menggunakan prinsip wadi'ah yad dhamanah.

· Rekening Tabungan Wadi’ah

Prinsip wadi'ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat-keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali

B. Penggunaan Dana Bank

Alokasi penggunaan dana bank Syariah pada dasarnya dapat di-bagi dalam dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu:

1. Earning Assets adalah berupa investasi dalam bentuk:

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah);

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah);

c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual-beli (Al Bai');

d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah)

e. Surat-surat berharga Syariah

2. Non Earning Assets terdiri dari:

a. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets).

b. Pinjaman (qard)

c. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises and equipment)

C. Sumber dan Alokasi Pendapatan

1. Sumber pendapatan bank syariah

Sumber pendapatan bank syariah terdiri dari:

a. Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah

b. Keuntungan atas kontrak jual-beli (al bai’)

c. Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina dan

d. Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.

2. Pembagian keuntungan (profit distribution)

Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasil­annya dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(a) Tahap pertama, bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi-hasil usaha bank menurut tipenya, dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan selu­ruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100% (sera­tus persen);

(b) Tahap kedua, bank menetapkan jumlah pendapatan bagi-hasil untuk masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif) dari masing-masing dana simpanan pada huruf a dengan jumlah pendapatan bank;

(c) Tahap ketiga, bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-­masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanji­kan;

(d) Tahap keempat, bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.

(e) Tahap kelima, bank mendistribusikan bagi-hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.

3. Revenue Sharing

Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa meneri­ma kondisi berbagi hasil dan berbagi risiko, maka sebagian bank Svariah di Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian pendapatan (revenue sharing), di samping untuk menerapkan profit sharing bank harus secara terinci menmaparkan biaya-biaya operasional yang dibebankan kepada para pemilik dana.[1]

D. Keuntungan Bank

Tingkat keuntungan bersih (net inconte) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable factors) dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable fac­tors). Controlable factors adalah.faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis (orientasinya kepada whole­sale dan retail), pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntung­an atas transaksi jual-beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya-biaya. Uncontrolable factors atau faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan fak­tor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan faktor­-faktor eksternal.

Ada dua rasio yang biasanva dipakai untuk mengukur kinerja bank, yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). ROA ada­lah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets). ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. Dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepen­tingan kepemilikan mereka.

Keuntungan bagi para pemilik bank merupakan hasil dari tingkat keuntungan (profitability) dari aset dan tingkat leverage yang dipakai.

Bagi bank Syariah, sumber dana yang paling dominan bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan investasi jangka panjang (permanen) dari para pemilik (core capital), investasi jangka pendek (temporer) dari para nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang merupakan kewajiban (liabilitas) kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana-dana titipan (rekening wadi'ah). jika dana-dana investasi itu dapat disamakan dengan equity, maka apabila peranan dana wadi'ah mencapai sepertiga, yang berarti leverage multiplier adalah 1.5 maka ROE akan mencapai 15% apabila ROA mencapai 10%.

ROE = ROA x leverage multiplier

= 10% x 1.5

= 15%

E. Problem

Bank adalah sebuah lembaga modern. Untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tenaga-tenaga profesional yang mampu mengoperasikan teknologi canggih.

Sistem ekonomi Islam, termasuk perbankan syari'ah, mengasumsikan perilaku bisnis yang bermoral. Tetapi praktek bisnis tidak bisa mengandalkan asumsi itu sebagai take it for granted. Disamping kepercayaan, -karena bisnis itu memang adalah sebuah bisnis kepercayaan- LKS harus pula didukung oleh sistem.

bisnis perbankan cukup rawan terhadap moral hazard. Karena itu, SDM di bidang perbankan membutuhkan kombinasi antara keahlian teknis dan etika. Sistem perbankan perlu didukung oleh sistem hukum yang dilaksanakan secara konsekuen. Kendala utama bank Islam adalah bahwa bank membutuhkan moralitas nasabah yang tinggi. Tapi bank tak bisa sepenuhnya mengandalkan moralitas. Bank harus memiliki sistem pengawasan yang canggih.

Tapi pada dasamya, bank Islam harus memiliki data base mengenai usaha-usaha yang prospektif Disamping itu bank juga harus, mengetahui tingkat risiko berbagai usaha. Pada umumnya, kredit yang diberikan oleh Bank Islam adalah pembiayaan yang skemanya diatur oleh UU Perbankan.

Bank, sebagaimana didefinisikan dalam UU No. 10/1998 atau UU Perbankan adalah sebuah "Lembaga perantara keuangan" (intermediary financial institution). Bank merupakan lembaga perantara antara pemilik modal dan pengguna modal.

Persoalan pertama yang dihadapi oleh bank Islam pemula adalah mencari investor. Pada awalnya, Bank Islam kurang menarik minat swasta, sebab mereka mempertanyakan apakah perbankan Islam adalah bidang penanaman modal yang prospektif dan cukup menjanjikan (promising).

Ketersediaan dana sudah barang tentu tergantung dari kemampuan bank untuk menghimpun modal dari masyarakat. Salah satu kendala bank Islam dewasa ini harus bersaing dalam penarikan dana dengan tingkat bunga.[2]

F. Resiko-resiko Bank

1. Risiko kredit (credit risk)

Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

2. Risiko pasar (market risk)

Risiko pasar (market risk) adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang di­miliki oleh bank, yang dapat merugikan bank.

3. Risiko likuiditas (liquidity risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.

4. Risiko operasional (operational risk)

Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan kare­na ketidak cukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

5. Risiko hukum (legal risk)

Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan adanya kelemahan aspek yuridis.

6. Risiko reputasi (reputation risk)

Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negative yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi terhadap bank.

7. Risiko strategis (strategic risk)

Risiko strategis adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

8. Risiko kepatuhan (compliance risk)

Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan risiko pengendalian intern secara konsisten.[3]


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara umum, terdapat delapan jenis risiko yang dikandung oleh produk-produk perbankan syariah. Risiko-risiko tersebut antara lain:

1. Risiko Pembiayaan, yaitu risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi kewajibannya.

2. Risiko Pasar, yaitu risiko yang timbul akibat adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank.

3. Risiko Likuiditas, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.

4. Risiko Operasional, yaitu risiko yang terjadi karena tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank;

5. Risiko Hukum, yaitu risiko yang timbul yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan hukum, lemahnya regulasi, ataupun kelemahan dalam pengikatan.

6. Risiko Reputasi, yaitu risiko yang disebabkan karena adanya publikasi negatif atau persepsi negatif terhadap bank;

7. Risiko Strategik, yakni risiko yang timbul karena pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal;

8. Risiko Kepatuhan, yakni risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila dipetakan terhadap produk-produk perbankan syariah maka risiko-risiko yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :

1. Tabungan: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional

2. Deposito: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional

3. Giro: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional

4. Pembiayaan Murabahah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum

5. Salam: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional

6. Rahn: Risiko Operasional dan Risiko Pasar

7. Ishtisna: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional

8. Pembiayaan Mudharabah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum

9. Pembiayaan Musyarakah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum

Adanya risiko-risiko bagi bank tersebut bukan berarti bahwa produk tersebut tidak aman (unsecured). Bank Syariah sudah pasti telah memperhitungkan risiko-risiko ini sebelum produk tersebut disampaikan kepada masyarakat. Masyarakat tidak perlu khawatir pula, karena dalam pelaksanaan operasionalnya, seluruh bank syariah diawasi. Lembaga-lembaga pengawasan yang memastikan setiap bank syariah dapat mengendalikan risiko dengan baik antara lain Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2003.

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006. (Edisi revisi)

Muhammad, Bank Syariah, Yogyakarta, Ekonisia, 2002.

Posted by: Husnul Khotimah, Maria Ulfah, Miftahurrahman, Mila Andriyani



[1]Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2003).

[2]Muhammad, Bank Syariah, (Yogyakarta, Ekonisia, 2002).

[3]Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2003). Edisi revisi.

0 comments: