LINGKUNGAN DAN BUDAYA ORGANISASI

Sunday, October 11, 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam ilmu manajemen menjelaskan pentingnya lingkungan dan budaya organisasi yang merupakan salah satu cara para manajer dalam melaksanakan aktivitas manajemennya untuk mencapai tujuannya dan beradaptasi dengan lingkungan organsasi. Akibat perubahan-perubahan lingkungan yang menimbulkan ketidakpastian bagi para manajer.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami menjelaskan bagaimana makalah ini kami jelaskan bagaimana lingkungan dan budaya organisasi dalam manajemen itu sebenarnya serta bagaimana sikap yang baik untuk beradaptasi dengan lingkungan organisasi.












BAB II

LINGKUNGAN DAN BUDAYA ORGANISASI

A. Pentingnya Lingkungan Organisasi
Para manajer perusahaan melaksanakan aktivitas manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, penggerakan, dan pengawasan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya secara efisien untuk mencapai tujuannya. Disamping itu manajer harus memperhitungkan faktor-faktor luar (external factor) organisasi seperti anggota-anggota masyarakat di luar organisasinya, dan kebutuhan akan sumber daya manusia, teknologi, dan lain sebagainya. Faktor luar organisasi ini mempunyai kekuatan dan tekanan untuk mempengaruhi kegiatan organisasi. Berhasil tidaknya organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.
Faktor luar dimaksudkan disini adalah faktor luar organisasi dalam dan luar negeri (international factor). Faktir international sangat besar pengaruhnya sebagai faktor luar, ini berkaitan dengan perusahaan yang menggunakan input dari luar negeri dan pasar luar negeri.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan perusahaan dalam mengatasi faktor luar tersebut. Pertama, perusahaan harus dapat melihat ketersediaan sumber daya-sumber daya sebagai input seperti bahan baku tenaga kerja, modal dan metode. Semua input ini akan dirubah atau ditransformasikan menjadi barang atau jasa. Kedua, perusahaan perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan berbagai pihak, seperti karyawan, konsumen, pemasok, pemerintah, pemegang saham, dan masyarakat lainnya. Ketiga, perusahaan perlu memperhatikan faktor luar lainnya, seperti ekonomi politik, teknologi dan sosial.



B. Lingkungan Organisasi
Organisasi dalam menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan tidak terlepas dari lingkungan eksternal (external environment). Organisasi merupakan suatu wadah untuk memproses masukan (input) menjadi keluaran (output). Nput merupakan faktor-faktor produksi atau sumber daya-sumber daya seperti bahan baku, tenaga kerja, uang dan energy yang diproses dalam organisasi untk menghasilkan barang atau jasa. Ketersediaan sumber daya seperti bahan baku, tenaga kerja, uang dan energi yang diproses dalam organisasi untuk menghasilkan barang atau jasa. Ketersediaan sumber daya-sumber daya tersebut dapat diperoleh dari luar organisasi itu sendiri (self sufficient) maupun berdiri sendiri (self contained). Organisasi berfungsi sebagai transformasi dari input menjadi output. (Gambar 3.1). dalam proses ini input dan output merupakan lingkungan luar dari organisasi.

Lingkungan organisasi terdiri dari dua elemen antara lain, lingkungan khusus (specific environment) dan lingkungan umum (general environment). Lingkungan khusus disebut sebagai pihak yang terpengaruh secara langsung pada organisasi, seperti pemilik perusahaan, karyawan, pemasok dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi perusahaan secara langsung dan lingkungan khusus di bagi menjadi dua yaitu pihak yang berkepentingan internal dan eksternal. Pihak yang berkepentingan internal adalah para karyawan, dewan direkasi, dan pemilik, sedangkan pihak yang berkepentingan eksternal termasuk pemasok, penyedia tenaga kerja, pelanggan, dan pesaing.

C. Organisasi dan Lingkungan
Sebuah organisasi dalam menjalankan aktivitasnya selalu dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Lingkungan selalu mengalami perubahan, maka para manajer harus membuat rancangan agar dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang. Lingkungan menimbulkan ketidakpastian bagi apra manajer, sehinga mereka harus dapat beradaptasi dengan lingkungan.
1. Ketidakpastian lingkungan
Ketidakpastian ditentukan oleh dua dimensi antara lain, kecepatan perubahan dan jumlah perubahan. Kecepatan perubahan terdiri dari dua bagian antara lain, lingkungan dinamis, dan stabil. Apabila lingkungan eksternl sering mengalami perubahan, berarti organisasi mengalami ketidakpastian yang sangat tinggi atau disebut dengan lingkungan dinamis. Sebaliknya sebuah organisasi yang lingkungan eksternalnya tidak mengalami perubahan, berarti organisasi menghadapi ketidakpastian yang rendah atau disebut lingkungan stabil. Jumlah perubahan memperlihatkan semakin banyak perubahan yang diakibatkan lingkungan maka semakin tinggi ketidakpastian. Sebaliknya makin sedikit perubahan maka semakin rendah ketidakpastian akan terjadi.
2. Beradaptasi dengan lingkungan
Untuk mengatasi ketidakpastian akibat perubahan-perubahan lingkungan eksternal para manajer dapat melakukan beberapa strategi antara lain, lintas batas, membentuk mitra organisasi, dan marger dan usaha patungan.

D. Budaya Organisasi
Budaya menunjukkan gambaran atau ciri suatu kelompok tertentu di tengah-tengah masyarakat dalam melaksanakan aktivitas dan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Di suatu Negara tertentu juga terdapat kelompok-kelompok tertentu yang memiliki budaya berbeda, itulah yang disebut sebagai sub-budaya. Hal yang sama sebuah organisasi mempunyai budaya yang disebut sebagai budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatu sistem yang merupakan bagian dari kepercayaan dan nilai-nilai yang dapat membentuk dan menunjukkan perilaku para anggotanya.
Schien (2004) mendefinisikan budaya organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang dapat dipelajari oleh sebuah organisasi dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya dari penyesuaian dir eksternal dan integrasi internal, telah bekerja dengan baik dan dianggap berharga, oleh karena itu di ajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari berfikir, dan merasakan dalam hubungan untuk masalah tersebut.
Robins (2002) mengungkapkan bahwa budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut ada karakter tertentu yang dimiliki suatu organisasi sehingga membedakan suatu organsasi dengan organisasi lainnya. Karakteristik tersebut dibagi dalam beberapa tingkat yaitu:
1. Inovasi dalam pengambilan resiko
2. Perhatian terhadap detail
3. Orientasi terhadap hasil
4. Orientasi kepada individu
5. Orientasi terhadap kelompok
6. Agresivitas
7. Stabilitas
Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan nilai (value) bagi suatu organisasi.
Kreitner dan Kinicki (2001) mengatakan budaya organisasi adalah suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implicit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut merasakan, pikiran, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang ragam. Berdasarkan pengertian tersebut budaya organisasi memiliki tiga karakteristik antara lain: (1). Budaya organisasi diberikan kepada karyawan baru melalui proses sosialisasi, (2). Mempengaruhi perilaku karyawan ditempat kerja, dan (3). Berlaku pada dua tingkat yang berbeda, masing-masing tingkat beragam dalam kaitannya dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan.
Budaya organisasi dapat dilihat secara jelas (concrete) dan yang lebih abstrak. Budaya organisasi yang secara konkrit wujudnya dapat dilihat secara jelas sedangkan budaya organisasi yang bersifat abstrak budaya merefleksikan pada nilai-nilai (volves) dan keyakinan (belief) yang dimiliki para anggota organisasi.

E. Budaya Organisasi dalam Istilah Deskriptif
Budaya organisasi merupakan cerminan dari karakterisitik-karakteristik bukan menunjukkan perasaan para anggotanya. Para peneliti tentang budaya organisasi merupakan cara mengukur pandangan karyawan terhadap organisasi, patuh terhadap ketentuan-ketentuan organsiasi, menghargai sasaran yang ingin dicapai, menghargai pandangan organisasi, dan mendorong terciptanya persaingan. Sedangkan penelitian tentang sikap kerja lebih menekankan pada cara untuk mengukur respon dan lingkungan kerja.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tadi maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Ada tiga hal yang perlu di perhatikan dalam mengatasi faktor luar. Pertama, perusahaan harus dapat melihat ketersediaan sumber daya-sumber daya sebagai input. Kedua, perusahaan perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan berbagai pihak. Ketiga, perusahaan perlu memperhitungkan faktor luar lainnya.
- Organisasi berfungsi terdiri dari dua elemen antara lain:
1. Lingkungan khusus, merupakan pihak yang berkepentingan baik secara individu maupun kelompok dalam suatu organisasi yang berpengaruh secara langsung untuk mencapai tujuannya. Lingkungan khusus dibagi menjadi dua antara lain: pihak yang berkepentingan internal dan eksternal.
2. Lingkungan umum merupakan lapisan paling luar dari lingkungan organisasi, variable-variabel tersebut antara lain ekonomi, teknologi, politik, hukum sosial budaya dan global.
- Sebuah organisasi dalam menjalankan aktivitasnya selalu dipengaruhi oleh lingkungan eksternal seperti: ketidakpastian lingkungan. Ketidakpastian lingkungan dibagi menjadi dua: 1. Kecepatan perubahan, 2. Jumlah perubahan.
- Untuk mengatasi ketidakpastian akibat perubahan-perubahan lingkungan eksternal seperti: ekonomi, teknologi, politik, dan hukum. Pemasok, pelanggan, pesaing, para manajer dapat melakukan beberapa strategi antara lain: lintas batas, membentuk mitra organisasi dan merger, dan usaha patungan.
- Budaya organisasi merupakan suatu sistem yang merupakan bagian dari kepercayaan dan nilai-nilai yang dapat membentuk dan menunjukkan perilaku para anggotanya. Oleh sebab itu, budaya organisasi merupakan ketentuan deskriptif sehingga dapat membedkannya denga sikap kerja.
Posted By : Khadijah, Nurhayyatun Nisa AD, Zulaiha

KEUNTUNGAN DAN RESIKO BANK SYARIAH

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok masyarakat/unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (Surplus Unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan Dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.

Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai peminjaman dan pemberi pinjaman yang disebuat dengan hubungan antara kreditur dengan debitur. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syari’ah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpanan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha, pengelola investasi yang baik akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya menghasilkan dana.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah

Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.

Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank da­lam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-­waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekali­gus ataupun secara berangsur-angsur.

Dalam pandangan Syariah uang, bukanlah merupakan suatu komoditi rnelainkan hanya merupakan alat untuk mencapai per­tambahan nilai ekonomis

Sumber dana bank Syari’ah terdiri dari:

1. Modal inti (core capital)

Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:

· Modal yang yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham.

· Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari.

· Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.

2. Kuasa ekuitas (mudharabah account)

Bank menghimpun dana bagi-hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengolahan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerguian financial menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.

Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:

· Rekening investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah

· Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki.

· Rekening Tabungan Mudharabah; prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan.

3. Dana Titipan (Wadi’ah/non Remunerated Deposit)

Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.

· Rekening Giro Wadi’ah

Bank Islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi'ah. Dalam hal ini bank Islam menggunakan prinsip wadi'ah yad dhamanah.

· Rekening Tabungan Wadi’ah

Prinsip wadi'ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat-keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali

B. Penggunaan Dana Bank

Alokasi penggunaan dana bank Syariah pada dasarnya dapat di-bagi dalam dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu:

1. Earning Assets adalah berupa investasi dalam bentuk:

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah);

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah);

c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual-beli (Al Bai');

d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah)

e. Surat-surat berharga Syariah

2. Non Earning Assets terdiri dari:

a. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets).

b. Pinjaman (qard)

c. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises and equipment)

C. Sumber dan Alokasi Pendapatan

1. Sumber pendapatan bank syariah

Sumber pendapatan bank syariah terdiri dari:

a. Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah

b. Keuntungan atas kontrak jual-beli (al bai’)

c. Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina dan

d. Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.

2. Pembagian keuntungan (profit distribution)

Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasil­annya dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(a) Tahap pertama, bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi-hasil usaha bank menurut tipenya, dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan selu­ruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100% (sera­tus persen);

(b) Tahap kedua, bank menetapkan jumlah pendapatan bagi-hasil untuk masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif) dari masing-masing dana simpanan pada huruf a dengan jumlah pendapatan bank;

(c) Tahap ketiga, bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-­masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanji­kan;

(d) Tahap keempat, bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.

(e) Tahap kelima, bank mendistribusikan bagi-hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.

3. Revenue Sharing

Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa meneri­ma kondisi berbagi hasil dan berbagi risiko, maka sebagian bank Svariah di Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian pendapatan (revenue sharing), di samping untuk menerapkan profit sharing bank harus secara terinci menmaparkan biaya-biaya operasional yang dibebankan kepada para pemilik dana.[1]

D. Keuntungan Bank

Tingkat keuntungan bersih (net inconte) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable factors) dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable fac­tors). Controlable factors adalah.faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis (orientasinya kepada whole­sale dan retail), pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntung­an atas transaksi jual-beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya-biaya. Uncontrolable factors atau faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan fak­tor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan faktor­-faktor eksternal.

Ada dua rasio yang biasanva dipakai untuk mengukur kinerja bank, yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). ROA ada­lah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets). ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. Dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepen­tingan kepemilikan mereka.

Keuntungan bagi para pemilik bank merupakan hasil dari tingkat keuntungan (profitability) dari aset dan tingkat leverage yang dipakai.

Bagi bank Syariah, sumber dana yang paling dominan bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan investasi jangka panjang (permanen) dari para pemilik (core capital), investasi jangka pendek (temporer) dari para nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang merupakan kewajiban (liabilitas) kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana-dana titipan (rekening wadi'ah). jika dana-dana investasi itu dapat disamakan dengan equity, maka apabila peranan dana wadi'ah mencapai sepertiga, yang berarti leverage multiplier adalah 1.5 maka ROE akan mencapai 15% apabila ROA mencapai 10%.

ROE = ROA x leverage multiplier

= 10% x 1.5

= 15%

E. Problem

Bank adalah sebuah lembaga modern. Untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tenaga-tenaga profesional yang mampu mengoperasikan teknologi canggih.

Sistem ekonomi Islam, termasuk perbankan syari'ah, mengasumsikan perilaku bisnis yang bermoral. Tetapi praktek bisnis tidak bisa mengandalkan asumsi itu sebagai take it for granted. Disamping kepercayaan, -karena bisnis itu memang adalah sebuah bisnis kepercayaan- LKS harus pula didukung oleh sistem.

bisnis perbankan cukup rawan terhadap moral hazard. Karena itu, SDM di bidang perbankan membutuhkan kombinasi antara keahlian teknis dan etika. Sistem perbankan perlu didukung oleh sistem hukum yang dilaksanakan secara konsekuen. Kendala utama bank Islam adalah bahwa bank membutuhkan moralitas nasabah yang tinggi. Tapi bank tak bisa sepenuhnya mengandalkan moralitas. Bank harus memiliki sistem pengawasan yang canggih.

Tapi pada dasamya, bank Islam harus memiliki data base mengenai usaha-usaha yang prospektif Disamping itu bank juga harus, mengetahui tingkat risiko berbagai usaha. Pada umumnya, kredit yang diberikan oleh Bank Islam adalah pembiayaan yang skemanya diatur oleh UU Perbankan.

Bank, sebagaimana didefinisikan dalam UU No. 10/1998 atau UU Perbankan adalah sebuah "Lembaga perantara keuangan" (intermediary financial institution). Bank merupakan lembaga perantara antara pemilik modal dan pengguna modal.

Persoalan pertama yang dihadapi oleh bank Islam pemula adalah mencari investor. Pada awalnya, Bank Islam kurang menarik minat swasta, sebab mereka mempertanyakan apakah perbankan Islam adalah bidang penanaman modal yang prospektif dan cukup menjanjikan (promising).

Ketersediaan dana sudah barang tentu tergantung dari kemampuan bank untuk menghimpun modal dari masyarakat. Salah satu kendala bank Islam dewasa ini harus bersaing dalam penarikan dana dengan tingkat bunga.[2]

F. Resiko-resiko Bank

1. Risiko kredit (credit risk)

Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

2. Risiko pasar (market risk)

Risiko pasar (market risk) adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang di­miliki oleh bank, yang dapat merugikan bank.

3. Risiko likuiditas (liquidity risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.

4. Risiko operasional (operational risk)

Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan kare­na ketidak cukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

5. Risiko hukum (legal risk)

Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan adanya kelemahan aspek yuridis.

6. Risiko reputasi (reputation risk)

Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negative yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi terhadap bank.

7. Risiko strategis (strategic risk)

Risiko strategis adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

8. Risiko kepatuhan (compliance risk)

Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan risiko pengendalian intern secara konsisten.[3]


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara umum, terdapat delapan jenis risiko yang dikandung oleh produk-produk perbankan syariah. Risiko-risiko tersebut antara lain:

1. Risiko Pembiayaan, yaitu risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi kewajibannya.

2. Risiko Pasar, yaitu risiko yang timbul akibat adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank.

3. Risiko Likuiditas, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.

4. Risiko Operasional, yaitu risiko yang terjadi karena tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank;

5. Risiko Hukum, yaitu risiko yang timbul yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan hukum, lemahnya regulasi, ataupun kelemahan dalam pengikatan.

6. Risiko Reputasi, yaitu risiko yang disebabkan karena adanya publikasi negatif atau persepsi negatif terhadap bank;

7. Risiko Strategik, yakni risiko yang timbul karena pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal;

8. Risiko Kepatuhan, yakni risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila dipetakan terhadap produk-produk perbankan syariah maka risiko-risiko yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :

1. Tabungan: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional

2. Deposito: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional

3. Giro: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional

4. Pembiayaan Murabahah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum

5. Salam: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional

6. Rahn: Risiko Operasional dan Risiko Pasar

7. Ishtisna: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional

8. Pembiayaan Mudharabah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum

9. Pembiayaan Musyarakah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum

Adanya risiko-risiko bagi bank tersebut bukan berarti bahwa produk tersebut tidak aman (unsecured). Bank Syariah sudah pasti telah memperhitungkan risiko-risiko ini sebelum produk tersebut disampaikan kepada masyarakat. Masyarakat tidak perlu khawatir pula, karena dalam pelaksanaan operasionalnya, seluruh bank syariah diawasi. Lembaga-lembaga pengawasan yang memastikan setiap bank syariah dapat mengendalikan risiko dengan baik antara lain Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2003.

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006. (Edisi revisi)

Muhammad, Bank Syariah, Yogyakarta, Ekonisia, 2002.

Posted by: Husnul Khotimah, Maria Ulfah, Miftahurrahman, Mila Andriyani



[1]Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2003).

[2]Muhammad, Bank Syariah, (Yogyakarta, Ekonisia, 2002).

[3]Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2003). Edisi revisi.