Thursday, February 16, 2023

BAB I

PENDAHULUAN

PERKAWINAN PRIA MUSLIM DENGAN WANITA NON MUSLIM

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN (PERKAWINAN)

Secara etimologi,pernikahan berarti Persetubuhan ada pula yang meartikan “perjanjian”(al-aqlu). Secara etimologi pernikahan menurut Abu Hanifah adalah: Aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang wanita yang dilakukan dengan sengaja. Menurut mazhab Maliki,Pernikahan adalah:Aqad yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita. Menurut mazhab Syafi’i pernikahan adalah :Aqad yang menjamin diperbolehkan persetubuhan ” Sedang Menurut mazhab Hambali adalah:”Aqad yang di dalamnya terdapat lafaz pernikahan secara jelas agar diperbolehkan bercampur. Kalau kita perhatikan keempat definisi tersebut jelas,bahwa yang menjadi inti pokok pernikahan itu adalah aqad (perjanjian)yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai wanita dengan calon mempelai pria.Penyerahan dan penerimaan tanggung jawab dalam arti luas,telah terjadi pada saat aqad nikah itu, disamping penghalalan bercampur keduanya sebagai suami isteri.

B. TUJUAN PERKAWINAN

Sedikitnya ada empat macam yang tujuan perkawinan.Keempat macam tujuan perkawinan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami atau isteri,supaya terhindar dari keretan dalam rumah tangga yang biasanya berakhir dengan perceraianyang sangat dibenci oleh Allah.

1. Menentramkan Jiwa

2. Mewujudkan (Melestarikan)Turunan

3. Memenuhi Kebutuhan Biologis

4. Latihan Memiliki Tanggung Jawab

Keempat faktor yang terpenting (menentramkan jiwa,melestarikan turunan,memenuhi kebutuhan biologis dan latihan bertanggung jawab),dari tujuan perkawinan perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang- matang ,agar kelangsungan hidup berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERKAWINAN PRIA MUSLIM DENGAN WANITA BUKAN AHLI KITAB

A.Perkawinan pria muslim dengan wanita bukan ahli kitab,terbagi kepada:

1. Perkawinan denagan wanita musyrik

1.Agama Islam tidak memperkenankan pria muslim kawin dengan wanita musyrik,sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka beriman.sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,walaupun dia menarik hatimu(al Baqarah: 221)

Nash diatas dengan jelas melarang mengawini wanita musyrik.Demikian juga pendapat para ulama menegaskan demikian.

2. Perkawinan Dengan Wanita Majusi

Pria muslim juga tidak diperbolehkan mengawini wanita majusi(penyembah api),sebab mereka tidak termasuk ahli kitab.Demikian pendapat Jumhur Ulama,dan yang dimaksud dengan ahli kitab adalah yahudi dan nashara.

Sedangkan golongan Zhahariyah memperbolehkan pria muslim kawin drngan wanita majusi karena orang-orang majusi dimasukkan kedalam kelompok ahli kitab.yang dianggap paling tepat adalah pendapat Jumhur Ulama,yaitu pria muslim tidak diperbolehkan kawin dengan wanita majusi,sebab mereka tidak termasuk ahli kitab,sebagaimana ditegaskan dalam fiirman Allah QS al-An’aam:156 yang artinya:

(Kami turunkan Al-quran itu)agar kamu(tidak)menyatakan:Bahwa Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan(Yahudi dan Nasrani) saja sebelum kami dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.

Sekiranya orang-orang majusi dianggap sebagai ahli kitab,makadalam ayat tersebut seharusnya disebut tiga golongan bukan dua golangan.

3. Perkawinan dengan Wanita Shabi’ah

3. Shabi’ah adalah satu golongan dalam agama Nasrani,Shabi’ah dinisbatkan kepada Shab paman Nabi Nuh as.ada pula yang berpendapat dinamakan Shabi’ah karena berpindah dari satu agama kepada agama yang lain.

Ibnul Hamman mengatakan,bahwa orang-orang Shabi’ahadalah golongan yang memadukan antara agama yahudi dan Nasrani.Mereka menyembah bintang-bintang,dalam berbagai buku hadis disebutkan,bahwa mereka termasuk golongan ahli kitab.

Menurut riwayat Umar,bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat mengagungkan hari Sabtu.Sedangkan Mujahidmenganggap,mereka berada diantara agama yahudi dan Nasrani.

Imam Syafi’i mengambil jalan tengah,yaitu apabila mereka lebih mendekati keyakinan mereka kepada salah satu agama(Yahudi atau Nasrani),Maka orang tersebut termasuk

Para ulama ber beda pendapat yang mengatakan termasuk ahli kitab dan ada pula yang mengatakan tidak.Demikian pula maka hukum perkawinan dengan wanita shabi’ahjuga berbeda pendapat.Abu Hanifah berpendapat boleh kawin dengan wanita shabi’ah.sedang Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan asy Syaibani tidak membolehkannya,karena mereka menyembah patung-patung dan bintang-bintang.Pendapat Maliki juga sejalan dengan pendapat iniMazhab Syafii dan mazhab Hambali membuat garis pembatas dalam maslah ini,jika mereka menyerupai orang-orang yahudi atau nasrani dalam prinsip-prinsip agamanya,maka wanita shabi’ah itu boleh dikawini.Tetapi bila berbeda dalam hal-hal prinsip berarti mereka tidak termasuk golongan yahudi atau nasrani dan berarti pula bahwa wanita shabi’ah itu tidak boleh dikawini oleh pria muslim.

4. Perkawinan dengan Wanita Penyembah Berhala

Para ulama telah sepakat bahwa pria muslim tidak boleh kawin dengan wanit a penyem bah berhala,dan penyembah benda –benda lainya,karena mereka termasuk orang-orang kafir,sebagaimana firman Allah :

Artinya:Dan janganlah kamu berpegang pada tali(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir...(al-Muntahanah:10)

Pada ayat lain Allah berfirman:

Artinya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman(al-Baraqarah:221)

B. PERKAWINAN PRIA MUSLIM DENGAN WANITA AHLI KITAB

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab.

1. Menurut pendapat Jumhur Ulama Baik Hanafi,Maliki,Syafi’i maupun Hambali,seorang pria muslim diperbolehkan kawin dengan wanita ahli kitab yang berada dalam lindungan (kekuasaan) negara Islam(ahli Dzimmah)

2. Golongan Syi’ah Imamiah dan syi’ah Zaidiyah berpendapat,bahwa pria muslim tidak boleh kawin dengan wanita ahli kitab.

Golonagn pertama (Jumhr Ulama) mendasrkan pendapat mereka kepada beberapa dalil Firman Allah dalam surah al-maidah ayat 5 yang artinya:Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.Makanan(sembelihan)orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu,dan makanankamu halal pula bagi mereka (dan dihalalkan mengawini)wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara Jaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.

Golongan kedua (Syi’ah)melandaskan pendapatnya pada beberapa dalil, Firman Allah:

Artinya:Dan jangan lah kamu nikahi wanits-wanita musyrik,sebelim mereka beriman...(al-Baqarah:221)

Firman Allah:

Artinya:Dan janganlah kamu berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir,(al-Muntahanah:10)

Kalau kita perhatikan pendapat Syi’ah (Imamiyah dan Zaidiyah) maka mereka menganggap bahwa ahli kitab itu musyrik.Akan tetapi didalam Al-quran sendiri dinyatakan bahwa ahli kitab dan musyik itu tidak sama,sebagaimana firman Allah:

Artinya:Sesungguhnya oramg-orang kafir,yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik(akan masuk)keneraka jahanam ,mereka kekal didalamnya.Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk(al-Bayinah:6)

Dalam ayat diatas cukup jelas,bahwa ahli kitab dan musyrik itu berbeda.Kemudian dikalangan Jumhur Ulama membolehkan kawin dengan ahli kitab,juga berbeda pendapat

1. Sebagian mazhab Hanafi,Maliki,Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa perkawinan itu makruh.

2. Menurut pendapat sebagian mazhab Maliki,Ibnul Qosim,Khalil bahwa perkawinan itu diperbolehkan secara mutlak dan ini merupakan pendapat Malik.

3. Az-Zarkasyi(mazhab Syafi’i)mengatakan bahwa pernikahan itu disunatkan apabila wanita ahli kitab itu diharapkan dapat masuk Islam,Sebagai contohnya adalah perkawinan Usman bin Affan dengan Nailah,sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini.sebagian mazhab Syafi’i pun ada yang berpendapat demikian.

Kendatipun Jumhur Ulama membolehkan kawin dengan wanita-wanita ahli kitab,akan tetapi perlu direnungkan lebih mendalam tentang dampak negatip dari perkawinan itu.Tujuan berumah tangga (perkawinan) itu adalah untuk memperoleh ketentraman dan ketenangan jiwa serta mendapatkan turunan yang baik-baik(saleh).Apakah mungkin ketenangan jiwa diperoleh dalam suatu rumah tangga yang berlainan akidahdan apakah mungkin mendidik anak-anak yang saleh dalam satu keluarrga yang beragam keyakinan?

Yang lebih aman adalah menghindar dari persoalan-persoalan yang banyak mengandung teka-teki dan memilih jalan yang sudah jelas arahnya,yaitu kawin dengan sesama muslim.Dengan demikian resiko yang dihadapi lebih kecil dalam membina rumah tangga .Dalam agama Islam ada suatu prinsip,yaitu suatu tindakan preventip(pencegahan) Ibaratnya menjaga kesehatan lebih utama atau lebih baik daripada mengobatinya setelah dibiarkan sakit terlebih dahulu.Membenarkan kawin dengan wanita non muslim berarti mengundang penyakit,yaitu penyakitkufur(murtad)memghindari kawin dengan mereka berarti telah mengadakan tindakan preventif.Kaidah fiqh mengatakan: Menghindar dari kemudaratan harus didahulukan atasmencari/menarik maslahat (kebaikan)

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam,pasal 40 ayat (c),dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria beragama Islam dengan wanita yang tidak beragama Islam.Sebaliknya pasal 44 disebutkan dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang wanita yang beragama Islam dengan pria yang bukan beragama Islam.Apa yang telah ditetapkan dalam Kompilasi hukum Islam itu telah tepat dan keputusan yang amat bijaksana bagi bangsa kita yang mayoritas memeluk agama Islam.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Hukum perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab menurut pendapat Jumhur Ulama diperbolehkan asalkan berada didalam kekuasaan negara islam

2. Menurut Golongan Syi’ah dan Zaidiyah tidak membolehkan perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab karena mereka disamakan dengan wanita –wanita musyik atau wanita yang tidak beriman kepada aAllah

3. problem yang mungkin akan dihadapi seandainya laki-laki muslim kawin dengan wanita ahli kitab adalah tidak adanya ketentraman dan ketenangan jiwa serta tidak akan mendapatkan keturunan yang saleh karna tidak mungkin anak yang saleh terdidikdari orang tua yang berlainan agama

DAFTAR PUSTAKA

Abd,Mua’al M.al-Jabri,Perkawinan antar Agama Tinjauan Islam,(terjemahan)Risalah Gusti Surabaya,cet,ke-2 1994

Departemen Agama,Al-Quran dan terjemahannya,Surabaya Mahkota Tahun 1989

Masail Fiqhiyah Al-haditsah pada masalah-masalah kontemporer Hukum Islam M.Ali Hasan.