BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
administrasi merupakan prioritas pertama yang mesti disiapkan bagi orang yang bepergian ke luar negeri: Pasport, visa, fiskal, sejumlah uang dll. Tetapi jarang kita memperhatikan administrasi untuk meninggalkan dunia. Padahal jika direnungi, ke luar negeri saja administrasi merupakan prioritas, apalagi bagi yang hendak pergi ke dunia lain (the day after) semestinya lebih diprioritaskan. Padahal meskipun tidak setiap orang mampu terbang ke luar negeri, tapi bermigrasi ke luar dunia sesuatu yang pasti terjadi. Karena itu mestilah memiliki kelengkapan administrasi untuk kelancaran migrasi. Apa sajakah administrasi untuk bepergian ke dunia lai (the day after/akherat) itu?
Administrasi diri
Jika KTP dunia ada no kode yang hanya dimengerti oleh komputer, maka administrasi versi Tuhan pasti lebih canggih dan juga memiliki kode tertentu yang berbeda pada tiap individu. Contoh yang lahir adalah sidik jari. Antara jari si sidik dengan jari penyidik pasti berbeda pola. Begitupula gen baawaan yang tersimpul dalam jaringan kromosom (DNA), konon, setiap manusia membawa sifat bawaan (keturunan) baik yang dominan maupun resesif dari orang tuanya. “…sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (Ali Imran: 195). “… dan Kami (Allah) tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, …. (Al Hajj: 5).
Sebagaimana juga di dalam KTP tertulis alamat, maka setiap diri manusia pun ada “alamat” yang tidak akan sama meskipun dalam satu rumah, satu keturunan bahkan satu kembar identik. Dalam pengetahuan modern ada DNA (faktor turunan) dan sidik jari merupakan identitas diri yang tidak mungkin bisa tertukar dengan yang lainnya. Manusia keturunan Nabi Adam as, pasti berbeda antara sidik jari dengan DNAnya. Pendeknya, “KTP” pribadi sudah dibuat oleh Tuhan dengan sendirinya tanpa diurus, dan sudah jadi dengan sendirinya.
Administrasi Kolektif
Saat menjadi sebuah pegawai kita mengenal ada ID Card atau kartu anggota. Misalnya, NIP untuk pegawai negeri, NIM untuk mahasiswa, NRP untuk angkatan bersenjata dan kepolisian, Press Card untuk jurnalist. Begitu pula komunitas karyawan perusahaan tertentu dibuatkan tanda pengenal berupa ID Card. Semua ini tentu diamksudkan sebagai bagian dari pengadministrasian. Jadi, sesutu yang mutlak sebab memudahkan dan menjadi rapih dalam pengaturannya.
Demikian pula dalam bidang keagamaan. Administrasi kolektif ini bisa ditemui dengan berbagai macam golongan. Dalam Al Qur’an kita mengenal ungkapan Muttakin, Mukmin, Muslim, Munafik, kafir, fasik dll. Kesemuanya itu ada registrasinya. Puluhan ayat bisa di search dalam Al Qur’an dan hadits. Semuanya tercetak dan terpola “nomor registrasinya” pada hati, pikiran dan perbuatan sehari-hari. Seperti ID Card tercetak pula pada selembar kertas/plastik. Sebagaimana administrasi keduniaan, kadang kita pindah perusahaan atau kepegawaian, maka dengan otomatis, ID cardnya pun berubah.
Begitupula dalam urusan administrasi ucapan dan perbuatan, kita pun kadang bisa bermigrasi. Misalnya Muttaqin, munafik, muslim, mukmin atau kafir. Kita bisa berpindah dari satu ke yang lain, tanpa mengurus admistrasinya. Sebab malaikat Rakib dan Atid merupakan asisten yang akan senantiasa mengadministrasi segala ucapan (dan tulisan kita). ” Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18). Di samping ucapan, malaikatpun mengadministrasikan perbuatan-perbuatan manusia. “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Infithaar: 10-12)
Dalam istilah agama, jika orang yang bertobat lalu istiqomah menjalankan registrasi (ciri) golongan (komuniti) lain, maka kita masuk dalam golongannya. Barangkali, inilah yang tersebut dalam sebuah ungkapan: “Man tasyabbaha biqoumin fahua minum” Siapa yang berprilaku meniru suatu tingkah laku “komunity” lain, maka ia masuk di dalamnya. Malaikat saja sebagai petugas administrasi mengetahui ucapan dan perbuata kita, Allah apalagi. Ia mengetahui apa-apa yang ada di hati (Al Hadid:6), pikiran dan perbuatan. “Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri,… “(Ar Ra’d : 42)
Rekayasa Administrasi
Konon, jika di dunia ada istilah rekayasa administrasi misalnya merubah umur, alamat atau tanda tangan, maka dalam kehidupan akherat takkan bisa mengelak. Karena disamping malaikat sebagai saksi administrasi, segala anggota badan seperti kulit, tangan dan kaki pun bisa menjadi “saksi administrasi”. “pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (An Nuur: 24) atau dalam ayat lain: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Yasin:65)
Akhirnya, administrasi merupakan sebuah sunnatullah (hal yang alami), maka tidak ada beda antara administrasi dunia dan akherat dalam hal penatalaksanaanya. Namun adminisrasi akherat lebih canggih, dan sempurna karena tidak bisa dibohongi. Sehinggalah sebaik-baik manusia adalah orang yang tertib (jujur) secara administrasi baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a’lam.
1.1 Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang kompleks, hal ini terlihat dari berbagai macam hal kehidupan masyarakat di urusi. Dan juga luasnya konteks kajian hukum Islam, antara lain masalah politik, ekonomi, kebudayaan, sosial kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Diantara sekian banyak hal yang diatur dalam Islam, masalah ekonomi yang begitu lekat dan sangat dibutuhkan oleh umat. Selain itu juga dalam beberapa tahun terakhir ini masalah ekomoni hangat dibicarakan. Dari masalah ekonomi umat, keuangan syari;ah, perbankan syari’ah dan lain sebagainya.
1.2 Permasalahan
Dari seluruh aspek kajian ekonomi yang dibahas dalam konteks syari’ah, masalah Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang paling banyak dibahas. Karenanya banyak masyarakat yang bertanya-tanya bagiamana dasar-dasar hukum serta tata cara pelaksaannya didalam masyarakat tentang Lembaga Keungan Syari’ah (LKS) ini. Hal ini dipertanyakan oleh masyarakat karena masyarakat banyak yang tidak tahu serta kurang kemengertian mereka akan dasar-dasar fundamental lembaga keungan syari’ah serta pengelolaan yang berdasarkan pada prinsip syari’ah.
1.3 Tujuan Penulisan
Dari masalah diatas penulis lihat bahwa banyak masyarakat yang kurang tahu dan ingin mengetahui akan dasar-dasar fundamental lembaga keungan syari’ah, serta aplikasinya dilapangan. Oleh karena itulah penulis membahas masalah ini.
Administrasi diri
Jika KTP dunia ada no kode yang hanya dimengerti oleh komputer, maka administrasi versi Tuhan pasti lebih canggih dan juga memiliki kode tertentu yang berbeda pada tiap individu. Contoh yang lahir adalah sidik jari. Antara jari si sidik dengan jari penyidik pasti berbeda pola. Begitupula gen baawaan yang tersimpul dalam jaringan kromosom (DNA), konon, setiap manusia membawa sifat bawaan (keturunan) baik yang dominan maupun resesif dari orang tuanya. “…sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (Ali Imran: 195). “… dan Kami (Allah) tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, …. (Al Hajj: 5).
Sebagaimana juga di dalam KTP tertulis alamat, maka setiap diri manusia pun ada “alamat” yang tidak akan sama meskipun dalam satu rumah, satu keturunan bahkan satu kembar identik. Dalam pengetahuan modern ada DNA (faktor turunan) dan sidik jari merupakan identitas diri yang tidak mungkin bisa tertukar dengan yang lainnya. Manusia keturunan Nabi Adam as, pasti berbeda antara sidik jari dengan DNAnya. Pendeknya, “KTP” pribadi sudah dibuat oleh Tuhan dengan sendirinya tanpa diurus, dan sudah jadi dengan sendirinya.
Administrasi Kolektif
Saat menjadi sebuah pegawai kita mengenal ada ID Card atau kartu anggota. Misalnya, NIP untuk pegawai negeri, NIM untuk mahasiswa, NRP untuk angkatan bersenjata dan kepolisian, Press Card untuk jurnalist. Begitu pula komunitas karyawan perusahaan tertentu dibuatkan tanda pengenal berupa ID Card. Semua ini tentu diamksudkan sebagai bagian dari pengadministrasian. Jadi, sesutu yang mutlak sebab memudahkan dan menjadi rapih dalam pengaturannya.
Demikian pula dalam bidang keagamaan. Administrasi kolektif ini bisa ditemui dengan berbagai macam golongan. Dalam Al Qur’an kita mengenal ungkapan Muttakin, Mukmin, Muslim, Munafik, kafir, fasik dll. Kesemuanya itu ada registrasinya. Puluhan ayat bisa di search dalam Al Qur’an dan hadits. Semuanya tercetak dan terpola “nomor registrasinya” pada hati, pikiran dan perbuatan sehari-hari. Seperti ID Card tercetak pula pada selembar kertas/plastik. Sebagaimana administrasi keduniaan, kadang kita pindah perusahaan atau kepegawaian, maka dengan otomatis, ID cardnya pun berubah.
Begitupula dalam urusan administrasi ucapan dan perbuatan, kita pun kadang bisa bermigrasi. Misalnya Muttaqin, munafik, muslim, mukmin atau kafir. Kita bisa berpindah dari satu ke yang lain, tanpa mengurus admistrasinya. Sebab malaikat Rakib dan Atid merupakan asisten yang akan senantiasa mengadministrasi segala ucapan (dan tulisan kita). ” Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18). Di samping ucapan, malaikatpun mengadministrasikan perbuatan-perbuatan manusia. “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Infithaar: 10-12)
Dalam istilah agama, jika orang yang bertobat lalu istiqomah menjalankan registrasi (ciri) golongan (komuniti) lain, maka kita masuk dalam golongannya. Barangkali, inilah yang tersebut dalam sebuah ungkapan: “Man tasyabbaha biqoumin fahua minum” Siapa yang berprilaku meniru suatu tingkah laku “komunity” lain, maka ia masuk di dalamnya. Malaikat saja sebagai petugas administrasi mengetahui ucapan dan perbuata kita, Allah apalagi. Ia mengetahui apa-apa yang ada di hati (Al Hadid:6), pikiran dan perbuatan. “Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri,… “(Ar Ra’d : 42)
Rekayasa Administrasi
Konon, jika di dunia ada istilah rekayasa administrasi misalnya merubah umur, alamat atau tanda tangan, maka dalam kehidupan akherat takkan bisa mengelak. Karena disamping malaikat sebagai saksi administrasi, segala anggota badan seperti kulit, tangan dan kaki pun bisa menjadi “saksi administrasi”. “pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (An Nuur: 24) atau dalam ayat lain: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Yasin:65)
Akhirnya, administrasi merupakan sebuah sunnatullah (hal yang alami), maka tidak ada beda antara administrasi dunia dan akherat dalam hal penatalaksanaanya. Namun adminisrasi akherat lebih canggih, dan sempurna karena tidak bisa dibohongi. Sehinggalah sebaik-baik manusia adalah orang yang tertib (jujur) secara administrasi baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a’lam.
1.1 Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang kompleks, hal ini terlihat dari berbagai macam hal kehidupan masyarakat di urusi. Dan juga luasnya konteks kajian hukum Islam, antara lain masalah politik, ekonomi, kebudayaan, sosial kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Diantara sekian banyak hal yang diatur dalam Islam, masalah ekonomi yang begitu lekat dan sangat dibutuhkan oleh umat. Selain itu juga dalam beberapa tahun terakhir ini masalah ekomoni hangat dibicarakan. Dari masalah ekonomi umat, keuangan syari;ah, perbankan syari’ah dan lain sebagainya.
1.2 Permasalahan
Dari seluruh aspek kajian ekonomi yang dibahas dalam konteks syari’ah, masalah Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang paling banyak dibahas. Karenanya banyak masyarakat yang bertanya-tanya bagiamana dasar-dasar hukum serta tata cara pelaksaannya didalam masyarakat tentang Lembaga Keungan Syari’ah (LKS) ini. Hal ini dipertanyakan oleh masyarakat karena masyarakat banyak yang tidak tahu serta kurang kemengertian mereka akan dasar-dasar fundamental lembaga keungan syari’ah serta pengelolaan yang berdasarkan pada prinsip syari’ah.
1.3 Tujuan Penulisan
Dari masalah diatas penulis lihat bahwa banyak masyarakat yang kurang tahu dan ingin mengetahui akan dasar-dasar fundamental lembaga keungan syari’ah, serta aplikasinya dilapangan. Oleh karena itulah penulis membahas masalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Keuangan Syari’ah
Lembaga Keuangan Syari’ah merupakan perwujudan dan aplikasi dari dasar-dasar Al-Quran dan Hadits yang memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan masalah perekonomian. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya masyarakat dalam perekonomian. Guna menyelaraskan akan kebutuhan yang ada pada masyarakat serta pengaplikasian dari dasar-dasar fundamental dalam Islam (Al-Quran dan Hadits). Antara lain:
1. lembaga Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf.
2. Baitul Maal Wattamwil
3. Asuransi syari’ah
4. Perbankan Syari’ah
5. Reksadan Syari’ah
6. Pasar Modal Syari’ah
7. Pegadaian Syari’ah (Sudarsono, 2007: 8)
Dari lembaga-lembaga tersebut, yang harus di perhatikan adalah sistem operasional dan pengelolaan harus berdasarkan akan dasar-dasar fundamental dalam Islam (Al-Quran dan Hadits). Karenanya untuk kenyamanan serta kesejahteraan umat yang berasaskan Islam.
2.2 Dasar-Dasar Lembaga Keuangan Syari’ah
Melihat dari konsep awal dari profil Lembaga Keuangan Syari’ah yaitu guna mencapai kesejahteraan umat yang berlandaskan akan syari’at Islam maka sewajarnyalah kita harus mengetahui akan dasar-dasar fundamental Lembaga Keuangan Syari’ah dalam Islam selain Al-Quran dan Hadits ada beberapa rujukan yang menyangkut akan dasar-dasar fundamental dalam Islam, yaitu Ijma Ulama, serta Fatwa dari para ulama.
Adapun dalil yang ada di dalam Al-Quran dan Hadits akan diperincikan sebagai berikut:
1. Q.S Al- A’raf: 10
Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur.”
2. Q.S Al- Mulk: 15
Artinya:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.
3. Q.S An- Naba’: 11
Artinya:
“Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,”
4. Q.S Al- Jumu’ah: 11
Artinya:
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
5. Dan juga hadist Nabi yang mana artinya: “Ketahuilah bahwa jika dia berusaha (mendapatkan rezeki) untuk keperluan kedua orang tuanya atau salah seorang dari mereka, maka dia berusaha karena Allah. Jika dia berusaha untuk mendapatkan rezeki guna kepentingan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, dia berusaha karena Allah. Bahkan jika dia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, dia berusaha karena Allah. Allah Maha Besar dan Maha Agung.” (Suhrawardi, 2004: 2).
Dalil-dalil diatas menunjukkan tentang keutamaan serta keahrusan serta perintah Allah dan Rosulnya bagi kuam muslimin dalam melakukan tindakan perekonomian serta usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup baik secara individual maupun secara mandiri (lembaga atau sendiri). Akan tetapi dalil diatas hanya untuk secara global serta ada sinyal bahwa kelihatan untuk kepentingan duniawi semata. Akan tetapi disisi lain Allah memerintahkan pula untuk mencari rezeki guna kepentingan akhirat manusia. Antara lain dalam dalil sebagai berikut:
1. Q.S An- Najm: 29
Artinya:
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.”
2. Q.S As-Syurah: 20
Artinya:
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”
3. Q.S Muhammad: 12
Artinya:
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.”
4. Dan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Muhammad Nejatullah Ash Siddqi (1991:9) dikemukakan, “Demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kemiskinanmu, tetapi lebih mengkhawatirkan akan kemewahan duniawi yang kamu peroleh. Lalu kamu saling berlomba mengadakan persaingan di antara sesamamu sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang sebelum kamu dan telah diberikan kemewahan juga. Hal ini akan membinasakan kamu sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Suhrawardi, 2004: 3).
Dari penelasan diatas maka akan terlihat bahwa Islam dalam ajarannya bukan hanya mengurusi masalah akhirat saja akan tetapi seimbang antara akhirat serta duniawi. Serta juga dalam masalah ekonomi Islam sangat mengatur umatnya serta menyuruh umatnya dalam menjalankan roda peronomian.
Lembaga Keuangan Syari’ah merupakan perwujudan dan aplikasi dari dasar-dasar Al-Quran dan Hadits yang memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan masalah perekonomian. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya masyarakat dalam perekonomian. Guna menyelaraskan akan kebutuhan yang ada pada masyarakat serta pengaplikasian dari dasar-dasar fundamental dalam Islam (Al-Quran dan Hadits). Antara lain:
1. lembaga Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf.
2. Baitul Maal Wattamwil
3. Asuransi syari’ah
4. Perbankan Syari’ah
5. Reksadan Syari’ah
6. Pasar Modal Syari’ah
7. Pegadaian Syari’ah (Sudarsono, 2007: 8)
Dari lembaga-lembaga tersebut, yang harus di perhatikan adalah sistem operasional dan pengelolaan harus berdasarkan akan dasar-dasar fundamental dalam Islam (Al-Quran dan Hadits). Karenanya untuk kenyamanan serta kesejahteraan umat yang berasaskan Islam.
2.2 Dasar-Dasar Lembaga Keuangan Syari’ah
Melihat dari konsep awal dari profil Lembaga Keuangan Syari’ah yaitu guna mencapai kesejahteraan umat yang berlandaskan akan syari’at Islam maka sewajarnyalah kita harus mengetahui akan dasar-dasar fundamental Lembaga Keuangan Syari’ah dalam Islam selain Al-Quran dan Hadits ada beberapa rujukan yang menyangkut akan dasar-dasar fundamental dalam Islam, yaitu Ijma Ulama, serta Fatwa dari para ulama.
Adapun dalil yang ada di dalam Al-Quran dan Hadits akan diperincikan sebagai berikut:
1. Q.S Al- A’raf: 10
Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur.”
2. Q.S Al- Mulk: 15
Artinya:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.
3. Q.S An- Naba’: 11
Artinya:
“Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,”
4. Q.S Al- Jumu’ah: 11
Artinya:
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
5. Dan juga hadist Nabi yang mana artinya: “Ketahuilah bahwa jika dia berusaha (mendapatkan rezeki) untuk keperluan kedua orang tuanya atau salah seorang dari mereka, maka dia berusaha karena Allah. Jika dia berusaha untuk mendapatkan rezeki guna kepentingan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, dia berusaha karena Allah. Bahkan jika dia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, dia berusaha karena Allah. Allah Maha Besar dan Maha Agung.” (Suhrawardi, 2004: 2).
Dalil-dalil diatas menunjukkan tentang keutamaan serta keahrusan serta perintah Allah dan Rosulnya bagi kuam muslimin dalam melakukan tindakan perekonomian serta usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup baik secara individual maupun secara mandiri (lembaga atau sendiri). Akan tetapi dalil diatas hanya untuk secara global serta ada sinyal bahwa kelihatan untuk kepentingan duniawi semata. Akan tetapi disisi lain Allah memerintahkan pula untuk mencari rezeki guna kepentingan akhirat manusia. Antara lain dalam dalil sebagai berikut:
1. Q.S An- Najm: 29
Artinya:
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.”
2. Q.S As-Syurah: 20
Artinya:
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”
3. Q.S Muhammad: 12
Artinya:
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.”
4. Dan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Muhammad Nejatullah Ash Siddqi (1991:9) dikemukakan, “Demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kemiskinanmu, tetapi lebih mengkhawatirkan akan kemewahan duniawi yang kamu peroleh. Lalu kamu saling berlomba mengadakan persaingan di antara sesamamu sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang sebelum kamu dan telah diberikan kemewahan juga. Hal ini akan membinasakan kamu sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Suhrawardi, 2004: 3).
Dari penelasan diatas maka akan terlihat bahwa Islam dalam ajarannya bukan hanya mengurusi masalah akhirat saja akan tetapi seimbang antara akhirat serta duniawi. Serta juga dalam masalah ekonomi Islam sangat mengatur umatnya serta menyuruh umatnya dalam menjalankan roda peronomian.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Setelah kita mengenal dan mempelajari tentang dasar-dasar fundamental Lembaga Keuangan Syari’ah maka kita akan melihat bahwa system keuangan dalam Islam juga ikut diatur. Serta bukan hanya pengaturan pada individu saja melainkan juga pada setiap lembaga yang ada dalam konteks kajian ekonomi syari’ah. Dan dari beberapa dalil yang ada terlihat bahwa Islam sangat mengatur dalam kajian Ekonomi Umat serta Lembaga Keuangan Syari’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Nur Karim
Lubis, Suhrawardi, K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad. 2007. Lembaga Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sabiq, Sayyiq. 1987. Fiqh Sunnah Jilid 12. Bandung: Alma’arif.
Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keungan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Lubis, Suhrawardi, K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad. 2007. Lembaga Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sabiq, Sayyiq. 1987. Fiqh Sunnah Jilid 12. Bandung: Alma’arif.
Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keungan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
1 comments:
SUKSES BOS LA.. THNK MAKALAH X,, SEMUGA BERMAMFAAT BAGI KITA SEMUA...
Post a Comment