BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Bila suatu kalimat hanya mengandung satu pola kalimat, sedangkan perluasannya tidak membentuk kalimat baru, maka kalimat itu disebut kalimat tunggal. Kalimat tunggal hanya terdiri atas dua unsur inti dan boleh diperluas dengan unsur tambahan bila unsur tambahan itu tidak membentuk pola baru.
Batasan ini menegaskan bahwa semua kalimat inti termasuk kalimat tunggal. Demikian juga hanya dengan sebagian kalimat luas.
Batasan ini menegaskan bahwa semua kalimat inti termasuk kalimat tunggal. Demikian juga hanya dengan sebagian kalimat luas.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Perluasan Kalimat Tunggal
A. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal atas satu objek dan satu predikat. Pada hakikatnya kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat dasar yang sederhana, kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu objek dan satu predikat. Kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri dengan pola kalimat dasar.
1. Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi).
Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi
S P
Kalimat mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat
Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di Aula
S P K
2. Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat (ramah).
Kalimat itu menjadi Dosen itu ramah
S P
Kalimat “Dosen itu ramah” dapat diperluas menjadi kalimat
Dosen itu selalu ramah setiap hari
S P K
3. Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata bilangan (sepuluh ribu rupiah)
Kalimat selengkapnya adalah Harga buku itu sepuluh ribu rupiah
S P
Kalimat “Harga buku itu sepuluh ribu rupiah” diperluas menjadi
Harga buku gambar besar itu sepuluh ribu rupiah perbuah
S P
4. Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (tinggalnya) dan berpredikat frase depan yang terdiri atas kata depan dan kata benda (di Palembang)
Kalimat ini menjadi Tinggalnya di Palembang
S P
Kalimat tinggalnya di Palembang dapat diperluas menjadi kalimat
Sejak dua tahun yang lalu tinggalnya di Palembang bagian selatan
K S P
5. Pola 5 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (mereka) berpredikat kata kerja (menonton) dan bersubjek kata benda (film).
Kalimat itu menjadi Mereka Menonton Film
S P O
Kalimat mereka menonton film dapat diperluas menjadi kalimat
Mereka dengan rombongannya menonton film detektif
S P O
6. Pola 6 adalah pola kalimat yang terdiri atas subjek kata benda (paman), predikat kata kerja (mencarikan), objek (O) kata benda (saya) dan pelengkap (pel), kata benda (pekerjaan).
Selengkapnya kalimat itu menjadi Paman mencarikan saya pekerjaan
S P O Pel
Kalimat Paman mencarikan saya pekerjaan dapat diperluas menjadi
Paman tidak lama lagi akan mencarikan saya, keponakan tunggalnya
S P O Pel
Pekerjaan
7. Pola 7 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (Rustam) dan berpredikat kata benda (peneliti). Baik subjek maupun predikat. Keduanya kata benda.
Kalimat itu selengkapnya menjadi Rustam Peneliti
S P
Kalimat Rustam peneliti dapat diperluas menjadi
Rustam, anak pak camat, adalah seorang peneliti
S P
Memperluas kata tidak hanya terbatas seperti pada contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih.
Selain sebagian inti (subjek, predikat, objek dan pelengkap) ada juga bagian bukan inti yang memperlengkap makna kalimat. Bagian bukan inti disebut keterangan.
B. Keterangan
Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib sehingga keterangan diperlakukan sebagai unsur yang tidak wajib dalam arti bahwa tanpa keterangan pun kalimat telah mempunyai makna sendiri.
Contoh:
a. Mereka membunuh binatang buas itu.
b. Mereka membunuh binatang buas itu dipinggir hutan
Meskipun kalimat (a) hanya terdiri atas unsur wajib saja, dari segi makna kalimat itu telah dapat memberikan makna yang utuh. Untuk (a) kita dapati sekelompok orang melakukan perbuatan membunuh terhadap binatang buas. Namun ada keterangan lain yang dapat ditambahkan agar berita yang disampaikan itu mengandung makna yang lebih lengkap. Pada (b) kita telah menambahkan tempat peristiwa pembunuhan itu, yakni di pinggir hutan.
Bahasa Indonesia lazim dibedakan Sembilan macam keterangan, yakni keterangan waktu, tempat, tujuan, cara, penyerta, alat, perbandingan/kemiripan, sebab dan kesalingan. Perluasan kalimat tunggal dengan penambahan keterangan bentuk terbatas pada penambahan keterangan yang berupa kata atau frase.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu menjelaskan dapan saat terjadinya suatu peristiwa. Fungsi keterangan disisi oleh: (a) kata tunggal (kemarin, lusa, nanti dan sekarang); (b) Frase Nominal (pagi-pagi, malam-malam, kemarin, dulu, sebentar lagi dan tidak lama kemudian); (c) Frase Profesional yang berkonstruksi: di/dari/sampai/pada/sesudah/sebelum/ketika/sejak/buat/untuk+namino tertentu yang berciri (pukul, tanggal, hari, bulan, tahun, zaman, massa, malam, permulaan, akhir pertunjukan, siang bolong dan pagi).
Contoh:
Disaat itu kamu belum lahir
Jatah beras ini untuk bulan depan
Kita pada akhir pertunjukan harus berkumpul dulu.
2. Keterangan Tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukan tempat terjadinya peristiwa atau keadaan. Berbeda dengan keterangan waktu, keterangan hanya dapat diisi oleh frase professional. Proposisi yang dipakai, antara lain: di, ke, dari, sampai dan pada. Sesudah proposisi itu terdapat kata yang mempunyai ciri tempat: disini, di sana, di situ, dari sana, dari sini ke mana, dari situ dan sebagainya.
Contoh:
1) a. Dia mengerjakan soal itu sampai pukul lima
b. Dia mengerjakan soal itu sampai nomor lima
2) a. saya akan menemanimu sampai hari Minggu
b. Saya akan menemanimu sampai jembatan gantung
Pukul lima dan hari minggu pada (1.a) dan (2.a) mempunyai cirri semantic yang menyatakan waktu, sedangkan nomor lima dan jembatan gantung pada (1.b) dan (2.b) mengandung cirri tempat. Karena cirri itulah penambahan proposisi sampai menimbulkan keterangan yang berbeda-beda. Tidak mustahil bahwa kedua makna itu terdapat dalam satu frase yang sama.
3. Keterangan Tujuan
Keterangan tujuan adalah keterangan yang menyatakan arah, jurusan atau maksud perbuatan atau kejadian. Wujud keterangan tujuan selalu dalam bentuk frase proposisional dan proposisi yang dipakai adalah demi, bagi, guna, untuk dan buat.
Conton:
a. Dia bersedia berkorban demi kepentingan Negara
b. Marilah kita mengheningkan cipta bagi pahlawan yang telah gugur
c. Dia memang mempunyai tekad besar untuk merantau.
4. Keterangan Cara
Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan suatu peristiwa berlangsung. Seperti halnya dengan keterangan waktu, keterangan cara dapat berupa kata tunggal atau frase proposisional. Kata tunggal yang menyatakan cara (sebagian menyatakan kekerapan) adalah, misalnya: seenaknya, semaunya, secepatnya, sepenuhnya dan sebaliknya. Letak keterangan itu pada umumnya sesudah predikat atau objek (kalau ada), tetapi ada juga yang muncul diawal atau akhir kalimat.
Contoh:
Dia berbicara seenaknya dengan atasannya.
Kamu boleh mengambil kue semaumu.
Masalah itu harus diselesaikan secepatnya.
5. Keterangan Penyerta
Keterangan ini menyatakan adanya atau tidak adanya orang yang menyertai orang lain dalam melakukan suatu perbuatan. Yang pertama dari bentuk keterangan ini adalah kata tunggal sendiri, yang lain adalah bentuk yang berkonstruksi: proposisi dengan, tanpa, bersama, serta, beserta, yang diikuti kata atau frase tertentu. Kata tertentu itu harus merupakan benda bernyawa atau dianggap bernyawa.
Contoh:
Abraham Lincon sendiri yang menyusun deklarasi itu.
Malam Minggu ini ia duduk sendirian di atas.
Tanpa Istrinya ia menghadiri pesta ini.
Ia berjuang bersama pengikutnya.
6. Keterangan Alat
Keterangan ini menyatakan ada tidaknya alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan. Pengertian alat disini tidak harus konkret. Wujudnya selalu frase preposisional yang berasal dari dengan dan tanpa.
Contoh:
Kami ke kantor dengan sepeda ini saja.
Tanpa denganmu, aku pasti tidak berhasil.
7. Keterangan Similatif
Keterangan similatif menyatakan kesetaraan atan kemiripan antara suatu keadaan, kejadian atau perbuatan, dengan kejadian keadaan dan perbuatan lainnya. Wujud frasenya selalu berawal dari preposisi seperti laksana atau sebagai.
Contoh:
Tekadnya untuk merantau laksana gunung kirang
Bertindaklah sebagai satria sejati!
8. Keterangan Penyebab
Keterangan yang menyatakan sebab atau alasan terjadinya suatu keadaan, kejadian atau perbuatan disebut keterangan penyebaban. Wujudnya adalah frase preposisional yang berawal dari karena atau sebab.
Contoh:
Banyak pemimpin yang jatuh sebab wanita
Gaji terasa kurang terus karena inflasi
9. Keterangan Kesalingan
Bila suatu keterangan menyatakan bahwa suatu perbuatan dilakukan secara silih berganti, maka keterangan itu layak untuk disebut sebagai keterangan kesalingan. Wujudnya adalah satu sama lain dan hanya itu.
Contoh:
Kedua anak itu satu sama lain tidak ada yang mau mengalah.
Ketua dan sekretaris organisasi tidak boleh membenci satu sama lain.
A. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal atas satu objek dan satu predikat. Pada hakikatnya kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat dasar yang sederhana, kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu objek dan satu predikat. Kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri dengan pola kalimat dasar.
1. Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi).
Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi
S P
Kalimat mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat
Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di Aula
S P K
2. Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat (ramah).
Kalimat itu menjadi Dosen itu ramah
S P
Kalimat “Dosen itu ramah” dapat diperluas menjadi kalimat
Dosen itu selalu ramah setiap hari
S P K
3. Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata bilangan (sepuluh ribu rupiah)
Kalimat selengkapnya adalah Harga buku itu sepuluh ribu rupiah
S P
Kalimat “Harga buku itu sepuluh ribu rupiah” diperluas menjadi
Harga buku gambar besar itu sepuluh ribu rupiah perbuah
S P
4. Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (tinggalnya) dan berpredikat frase depan yang terdiri atas kata depan dan kata benda (di Palembang)
Kalimat ini menjadi Tinggalnya di Palembang
S P
Kalimat tinggalnya di Palembang dapat diperluas menjadi kalimat
Sejak dua tahun yang lalu tinggalnya di Palembang bagian selatan
K S P
5. Pola 5 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (mereka) berpredikat kata kerja (menonton) dan bersubjek kata benda (film).
Kalimat itu menjadi Mereka Menonton Film
S P O
Kalimat mereka menonton film dapat diperluas menjadi kalimat
Mereka dengan rombongannya menonton film detektif
S P O
6. Pola 6 adalah pola kalimat yang terdiri atas subjek kata benda (paman), predikat kata kerja (mencarikan), objek (O) kata benda (saya) dan pelengkap (pel), kata benda (pekerjaan).
Selengkapnya kalimat itu menjadi Paman mencarikan saya pekerjaan
S P O Pel
Kalimat Paman mencarikan saya pekerjaan dapat diperluas menjadi
Paman tidak lama lagi akan mencarikan saya, keponakan tunggalnya
S P O Pel
Pekerjaan
7. Pola 7 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (Rustam) dan berpredikat kata benda (peneliti). Baik subjek maupun predikat. Keduanya kata benda.
Kalimat itu selengkapnya menjadi Rustam Peneliti
S P
Kalimat Rustam peneliti dapat diperluas menjadi
Rustam, anak pak camat, adalah seorang peneliti
S P
Memperluas kata tidak hanya terbatas seperti pada contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih.
Selain sebagian inti (subjek, predikat, objek dan pelengkap) ada juga bagian bukan inti yang memperlengkap makna kalimat. Bagian bukan inti disebut keterangan.
B. Keterangan
Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib sehingga keterangan diperlakukan sebagai unsur yang tidak wajib dalam arti bahwa tanpa keterangan pun kalimat telah mempunyai makna sendiri.
Contoh:
a. Mereka membunuh binatang buas itu.
b. Mereka membunuh binatang buas itu dipinggir hutan
Meskipun kalimat (a) hanya terdiri atas unsur wajib saja, dari segi makna kalimat itu telah dapat memberikan makna yang utuh. Untuk (a) kita dapati sekelompok orang melakukan perbuatan membunuh terhadap binatang buas. Namun ada keterangan lain yang dapat ditambahkan agar berita yang disampaikan itu mengandung makna yang lebih lengkap. Pada (b) kita telah menambahkan tempat peristiwa pembunuhan itu, yakni di pinggir hutan.
Bahasa Indonesia lazim dibedakan Sembilan macam keterangan, yakni keterangan waktu, tempat, tujuan, cara, penyerta, alat, perbandingan/kemiripan, sebab dan kesalingan. Perluasan kalimat tunggal dengan penambahan keterangan bentuk terbatas pada penambahan keterangan yang berupa kata atau frase.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu menjelaskan dapan saat terjadinya suatu peristiwa. Fungsi keterangan disisi oleh: (a) kata tunggal (kemarin, lusa, nanti dan sekarang); (b) Frase Nominal (pagi-pagi, malam-malam, kemarin, dulu, sebentar lagi dan tidak lama kemudian); (c) Frase Profesional yang berkonstruksi: di/dari/sampai/pada/sesudah/sebelum/ketika/sejak/buat/untuk+namino tertentu yang berciri (pukul, tanggal, hari, bulan, tahun, zaman, massa, malam, permulaan, akhir pertunjukan, siang bolong dan pagi).
Contoh:
Disaat itu kamu belum lahir
Jatah beras ini untuk bulan depan
Kita pada akhir pertunjukan harus berkumpul dulu.
2. Keterangan Tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukan tempat terjadinya peristiwa atau keadaan. Berbeda dengan keterangan waktu, keterangan hanya dapat diisi oleh frase professional. Proposisi yang dipakai, antara lain: di, ke, dari, sampai dan pada. Sesudah proposisi itu terdapat kata yang mempunyai ciri tempat: disini, di sana, di situ, dari sana, dari sini ke mana, dari situ dan sebagainya.
Contoh:
1) a. Dia mengerjakan soal itu sampai pukul lima
b. Dia mengerjakan soal itu sampai nomor lima
2) a. saya akan menemanimu sampai hari Minggu
b. Saya akan menemanimu sampai jembatan gantung
Pukul lima dan hari minggu pada (1.a) dan (2.a) mempunyai cirri semantic yang menyatakan waktu, sedangkan nomor lima dan jembatan gantung pada (1.b) dan (2.b) mengandung cirri tempat. Karena cirri itulah penambahan proposisi sampai menimbulkan keterangan yang berbeda-beda. Tidak mustahil bahwa kedua makna itu terdapat dalam satu frase yang sama.
3. Keterangan Tujuan
Keterangan tujuan adalah keterangan yang menyatakan arah, jurusan atau maksud perbuatan atau kejadian. Wujud keterangan tujuan selalu dalam bentuk frase proposisional dan proposisi yang dipakai adalah demi, bagi, guna, untuk dan buat.
Conton:
a. Dia bersedia berkorban demi kepentingan Negara
b. Marilah kita mengheningkan cipta bagi pahlawan yang telah gugur
c. Dia memang mempunyai tekad besar untuk merantau.
4. Keterangan Cara
Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan suatu peristiwa berlangsung. Seperti halnya dengan keterangan waktu, keterangan cara dapat berupa kata tunggal atau frase proposisional. Kata tunggal yang menyatakan cara (sebagian menyatakan kekerapan) adalah, misalnya: seenaknya, semaunya, secepatnya, sepenuhnya dan sebaliknya. Letak keterangan itu pada umumnya sesudah predikat atau objek (kalau ada), tetapi ada juga yang muncul diawal atau akhir kalimat.
Contoh:
Dia berbicara seenaknya dengan atasannya.
Kamu boleh mengambil kue semaumu.
Masalah itu harus diselesaikan secepatnya.
5. Keterangan Penyerta
Keterangan ini menyatakan adanya atau tidak adanya orang yang menyertai orang lain dalam melakukan suatu perbuatan. Yang pertama dari bentuk keterangan ini adalah kata tunggal sendiri, yang lain adalah bentuk yang berkonstruksi: proposisi dengan, tanpa, bersama, serta, beserta, yang diikuti kata atau frase tertentu. Kata tertentu itu harus merupakan benda bernyawa atau dianggap bernyawa.
Contoh:
Abraham Lincon sendiri yang menyusun deklarasi itu.
Malam Minggu ini ia duduk sendirian di atas.
Tanpa Istrinya ia menghadiri pesta ini.
Ia berjuang bersama pengikutnya.
6. Keterangan Alat
Keterangan ini menyatakan ada tidaknya alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan. Pengertian alat disini tidak harus konkret. Wujudnya selalu frase preposisional yang berasal dari dengan dan tanpa.
Contoh:
Kami ke kantor dengan sepeda ini saja.
Tanpa denganmu, aku pasti tidak berhasil.
7. Keterangan Similatif
Keterangan similatif menyatakan kesetaraan atan kemiripan antara suatu keadaan, kejadian atau perbuatan, dengan kejadian keadaan dan perbuatan lainnya. Wujud frasenya selalu berawal dari preposisi seperti laksana atau sebagai.
Contoh:
Tekadnya untuk merantau laksana gunung kirang
Bertindaklah sebagai satria sejati!
8. Keterangan Penyebab
Keterangan yang menyatakan sebab atau alasan terjadinya suatu keadaan, kejadian atau perbuatan disebut keterangan penyebaban. Wujudnya adalah frase preposisional yang berawal dari karena atau sebab.
Contoh:
Banyak pemimpin yang jatuh sebab wanita
Gaji terasa kurang terus karena inflasi
9. Keterangan Kesalingan
Bila suatu keterangan menyatakan bahwa suatu perbuatan dilakukan secara silih berganti, maka keterangan itu layak untuk disebut sebagai keterangan kesalingan. Wujudnya adalah satu sama lain dan hanya itu.
Contoh:
Kedua anak itu satu sama lain tidak ada yang mau mengalah.
Ketua dan sekretaris organisasi tidak boleh membenci satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULANPENUTUP
Perluasan kalimat tunggal terdiri dari Sembilan macam keterangan, antara lain:
1. Keterangan Waktu
2. Keterangan Tempat
3. Keterangan Tujuan
4. Keterangan Cara
5. Keterangan Penyerta
6. Keterangan Alat
7. Keterangan Similatif
8. Keterangan Penyebaban
9. Keterangan Kesalingan
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Drs. Mansur, Garis-Garis Besar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, YA3 Malang, 1990.
Alwi, Hasan, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Arifin Zaenal, Tasai Amran S, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 2004.
Alwi, Hasan, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Arifin Zaenal, Tasai Amran S, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 2004.
0 comments:
Post a Comment