Wednesday, November 19, 2008

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia banyak sekali aliran-aliran yang dianggap sesat dalam agama Islam namun walaupun demikian tetap saja penganut-penganutnya banyak yang menghasilkan atau melahirkan penganut lainnya yang berkembang pesat hingga sekarang ini. Masyarakat agama merupakan masyarakat yang bercorak kepercayaan yang menghasilkan aliran baru dalam agama.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Agama Sapta Dharma

Diberi nama Sapta Dharma karena mengandung tujuh macam. Wewarah Suci yang merupakan Kewajiban Suci. Jadi Sapta Dharma artinya “Tujuh kewajiban suci[1] dengan demikian Wewarah ini merupakan kewajiban untuk memeluk Sapta Dharma. Terdiri dari:

1. Setia dan tawakal pada adanya Pancasila Allah:

2. Setia menjalankan undang-undang Negara dengan jujur dan suci hati;

3. Turut serta menyingsing lengan baju menegakkan berdirinya nusa dan bangsanya.

4. Menolong siapa saja bila perlu tanpa mengharapkan balasan, melainkan berdasarkan cinta kasih.

5. Berani hidup berdasarkan kepercayaan penuh atas kekuatan diri sendiri.

6. Sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila beserta haluannya budi pekerti, selalu merupakan petunjuk jalan yang mengandung jasa seperti memuaskan.

7. Yakin bahwa keadaan di dunia ini tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah (Anyokro Manggilingan).

B. Pancasila Allah

Dimaksudkan sebagai istilah terhadap Lima Sifat Allah sebagai Berikut:

- Allah Maha Agung berarti tiada lagi yang menyamai keagungan kuasa-Nya di dunia ini.

- Allah Maha Rahim berarti tiada yang menyamai lagi akan sifat-Nya yang belas kasihan.

- Allah Maha Adil berarti tiada yang menyamai lagi akan segala keadilan-Nya

- Allah Maha Wasesa berarti tiada yang menyamai lagi akan segala Kuasa-Nya berarti tiada yang menyamai lagi akan keabdian-Nya.[2]

Justru itu manusia yang diadakan, dihidupi serta diciptakan sebagai makhluk yang tertinggi hendaknya memiliki pula Panca Sifat seperti di bawah ini:

- Sifat-sifat berbudi luhur terhadap sesame umat lain

- Sifat-sifat belas kasihan terhadap sesame umat lain

- Berperasaan serta bertindak adil berarti tidak membeda-bedakan sesame umat lain.

- Kesadaran bahwa manusia dalam Purba Wasesea Allah.

- Kesadaran bahwa hanya rohani manusia yang berasal dari sinar cahaya Yang Maha Kuasa yang bersifat Abadi.[3]

Pemimpin Agama Safta Dharma ini bernama Sri Pawenang, S.H alias Rr. Soewanrtini yang bergelar Juru Bicara Tuntunan Agung Agama Sapta Dharma dan berpusat di Yogyakarta. Beliau adalah soerang sarjana hukum alumnus Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Menurut keterangan beliau agama ini telah memiliki syarat-syarat yang diperlukan untuk disebut Agama yang sederajat dengan agama-agama lain.

C. Roh dan Alam

Mengenai Tiga Alam, yaitu terdiri dari sebagai berikut:

1. Alam wajar; dunia kita sekarang.

2. Alam abadi; alam kaswargaan

3. Alam halus; alam roh-roh yang penasaran

Alam wajar ialah alam dunia kita sekarang. Tempat umat Sapta Dharma meyakini dan melaksanakan Sapta Dharma dan Pancasila Allah, tempat persinggahan menuju Alam Kaswargaan yang menjadi idaman setiap manusia.

Alam abadi, yaitu tempat kelanggengan yang lazim juga dinamai Alam Kaswargaan. Tempat tujuan segenap manusia yang meyakini dan mengamalkan Sapta Dharma dan Pancasila Allah.

Alam halus, yaitu tempat roh-roh yang penasaran karena tidak sanggup langsung menuju Alam Kaswargaan. Tempat pelarian khusus dari segala roh-roh yang belum sanggup naik ketempat asalnya.

Umat yang banyak dosanya, selama masih hidup di alam wajar tidak mampu memasuki Alam Kaswargaan, alam abadi. Dengan demikian roh-roh tersebut penasaran dan tidak dapat kembali Kehadapan Yang Maha Kuasa di tempat yang langgeng dan abadi.

D. Kitab Suci

Sewaktu tulisan ini disusun Kitab sucinya masih dalam taraf penyelesaian. Buku Wewarah Agama Sapta Darma buah Ilham Bopo Sri Panuntun Gutama dijadikan sebagai pedoman dan pegangan para penganutnya. Bopo Sri masih senantiasa menerima Ilham untuk dikumpulkan (sedang dalam perkembangan dan pertumbuhan), sebagai bahan utama dalam penyusunan Kitab suci.

Buku Wewarah Agama Sapta Dharma tersebut di atas, diterbitkan oleh Yayasan Srati Dharma yang berpusat di Yogyakarta.

E. Kekasih Hyang Maha Kuasa

Agama Sapta Dharma telah memilih seorang hamba yang dikasihi Hyang Maha Kuasa yang dijadikan sebagai Washilah (perantara) turunya segala ilham-ilham terutama dalam rangka penyusunan Kitab Sucinya. Yaitu:

Nama : Hardjosapuro

Alamat : Pare, Kediri, Jawa Timur

Gelar : Panutan Agung Sri Gutama

(Resi Gutama)

Meningal : 16 Desember 1963*)

Pendidikan : Sekolah Raykyat 5 tahun pada tahun 1925 di Pare Kediri.

Kepanduan Sosrowidjajan

F. Penyebaran Sapta Dharma

Agama Sapta Dharma mempunyai semacam Corps Penyebar yang bertugas menyebarkan ajaran-ajaran Sapta Dharma. Coprs ini melawat sampai ke daerah-daerah pedalaman Sumatera Selatan.

Dalam menunaikan tugas mereka selalu menyebarkan gambar-gambar, buku-buku, siaran-siaran bergambar secara Gratis. Dan salah seorang yang banyak kali menyertai rombongan ini ialah juru bicara Tuntunan Agung sendrii Sri Pawenang.

Dibandingkan dengan Aliran-aliran kepercayaan lain maka Sapta Darma inilah yang paling giat meresmikan cabang-cabangnya di daerah-daerah.

G. Sembahyang Hyang

Di dalam buku Wewarah Sapta Dharma Bab II tercamtun prihal kewahiban Sujud bagi warga Sapta Dharma. Sujud ini dilakukan minimum 1 x 24 jam (sehari semalam). Dan sangat utama dikerjakan lebih dari sekali saja. Dalam agama ini istilah sujud tersebut searti dengan Sembah Hyang- Sembayang.

Caranya sebagai di bawah ini:

“Mula-mula duduk tegap dengan menenteramkan badan dan pikiran. Bagi lelalaki bersila dan bagi wanita bersimpu. Lalu mengucapkan Allah Hyang maha Agung, Allah Hyang Maha Rakhim, Allah Hyang Maha Adil.

Dalam suasana itu tetap duduk mengheningkan rasa dan dengan sendirinya mata terpejam. Apabila rasa tersebut telah dirasakan berkumpul di kepala, sebagian atas kepala, maka badan terasa teraun memanjat sedetik demi sedetik dari bahagian bawah punggung melalui sum-sum terus naik ke kepala serta mendorong menundukkan perlahan-lahan kepala untuk sujud hingga menatap di bahwa. Diucapkan dengan batin.

Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kudus 3x.[4]

Setelah itu, duduk kembali dan masih tetap dalam keadaan hening dan setelah badan terasa terauyn lagi, maka rasa yang menanjak itu diikuti sebagai semula. Tetapi sewaktu kepala menatap ke bawah,ddi ucapkan Kesalahane Hyang Moho Suci Nyuwun Ngapuro Hyang Moho Kuwoso inilah yang diucapkan di batin. Jadi agak berbeda dengan yang pertama tadi. Artinya: Kesalahannya Yang Maha Suci Mohon Ampun Yang Maha Kuasa, 3 kali. Kemudian duduk kembali dengan keadaan heing seperti semula. Dan setelah badan terasa terayun lagi, maka rasa yang mulai memanjat ke kepala diikuti lagi. Kemudian waktu kepala menatap ke bawah duycapkan dalam batin Hyang Moho Suci Mertobat Hyang Moho Kuwoso, 3 x artinya: Yang Maha Suci Mohon Tobat Yang Maha Kuasa. Kemudian duduk lagi seperti biasa, berhening sementara waktu. Dengan demikian selesailah satu sujud yang disebut Sujud Dasar.[5]

Setiap warga Sapta Dharma yang telah melakasnakan Sujud Dasar akan memperoleh Sabda Tuhan untuk menolong sesama makhluk tanpa mengharapkan upah, janji-janji berupa apapun juga. (lihat No. 4 dari Tujuh Wewarah Suci).

Bilamana terjadi pelanggaran maka pasti Hukum Tuhan akan menimpa dirinya, karena sabda Tuhan tidak boleh diperjualbelikan. Pertanyaan tersebut diperintahkan untuk dipergunakan terhadap siapa saja yang sakit. Dan pengobatan seperti ini dinamai Sabda Waras. Jika keadaan terpaksa maka hal tersebut dapat diperkenankan (lihat No. 6 Wewarah Sapta Dharma). Semuanya dimaksudkan untuk tetap menjaga Susila.

H. Hening dan Racut

1. Hening

Ialah menenangkan badan seluruhnya dengan menghilangkan semua angan-angan pikiran. Hening dapat digunakan untuk pelbagai maksud, antara lain:

a. Hendak melihat atau mengetahui keadaan keluarga yangjauh. Melihat segala sesuatu yang tidak dapat dilihat denga mata biasa (mata jasmaniah).

b. Murwakani, meneliti ucapan dan tindakan sebelum dilaksanakan

c. Menguurm dan menerima telegram rasa.

Selesainya sujud dasar, lalu berbaring seperti Racut, hanya disini kedua tangan diletakkan tertelentang di sebelah kanan kiri badan. Pakaian yang dirasa kencang di badan supaya dikendorkan untuk tidak mengganggu jalannya rasa. Badan tertelentang lemas, angan-angan dan pikiran dikosongkan lalu dirasakan jalannya rasa mulai dari ibu jari kaki ke atas sampai terasa di seluruh badan. Demikian juga jalannya darah dan denyut jantung.[6]

Keluar masuknya napas supaya benar-benar dirasakan senikmat-nikmatnya, sehingga merata ke sel-sel bahagian badan jika sudah nikmat betu jalannya napas, telah dirasakan terpisahnya Npas, Napas Tengah, dan Napas Bawah.

Setelah rasa terkumpul di kepala atau di ubun-ubun seterusnya dapat dutujukan kepada kebutuhannya. Ialah: kalau bermaksud melatih kewaspadaan mendengar, membau atau kata, maka rasa ini ditujukan pada telinga, hidung atau mulut. Mengolah rasa ini dapat dikerjakan sewaktu-waktu.

Perhatina, untuk menghilangkan rsa letih, capek dan lemas digunakan Tukar Hawa yang dijalankan sebagai berikut: Tidur berbaring seperti olah rasa dan mengosongkan pikiran angan-angan serta membiarkan jalannya napas.

I. Saudara Dua Belas

Manusia mempunyai dua belas saudara, sebagaimana tertera di bawah:

1. Hyang Maha Suci

2. Premono

3. Endro

4. Bromo

5. Bayu

6. Sukmo Roso

7. Sukmo Roso Kentjono

8. Mayangkoro (Sukmo Seto)

9. Gandarworodjo (Sukmo Rodjo)

10. Nogotahun (Sukmo Noog)

11. Djatingarang (Sukmo Djati)

12. Bagendo Kilir (Nur Roso).[7]

Manusia jangan sampai dapat dikuasai oleh dua belas Saudara atau salah satu daripadanya. Jika terjadi salah seorang dapat dikuasainya, maka orang tersebut sering kelihatan sebagai Orang Gila atau “motah”.

Hening ini dapat dilakuan dengan mata terbuka ataupun dengan mata terpejam dan sewaktu-waktu kita berkehendak, walaupun belum melakukan Sujud Dasar.

Sebaiknya dimulai dengan ucapan di dalam batin Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rakhim, Allah Hyang Maha Adil. Apabila rasa telah menadji satu dan nur cahayan sudah naik, maka berarti tibalah pada yang dimaksud. Hening semacam ini dapat dilakukan dalam segala suasana dan keadaan.

b. Racut

Ialah memisahkan rasa dengan pengrasa (angan-angan pikiran) dengan tujuan berlatih menghadapkan Yang Maha Suci kepada Yang Maha Kuasa.

Racut in harus didahului denga sujud dasar ditambah satu bungkukan sambil mengucap hyang Moho Suci Sowan Hyang Moho Kuwoso artinya: Yang Maha Suci menghadap Yang Maha Kuasa. Setelah mengucapkan kalimat tersebut. Diharuskan Sedakep Saluku Tunggal dan berbaring membujur ke timur. Yang dimaksud dengan Sedakep Saluku Tunggal: iahala kedua telapak tangan diletakkan di atas dada dan kedua jari-jari tanga bertumpuk ke atas tulang tangkar kedua rusuk dada baris ketiga dari atas Co; jari tengah kana terletak di atau jari tengah kiri. Kemduian hening melihat dengan rasa di Satria Utama, ditujukan di atas ubun-ubuun bagaimana ujud keluarnya Nur Rokh Suci untuk menghadap Hyang Maha Kuasa.[8]

Meracut hanya mungkin dilaksanan di tempat-tempat yangsunyi dan jauh dari gangguan suasan sekitar. Meracut sulit dilakukan, membutuhkan latihan dan kesabaran. Setiap warga Sapta Dharma biasanya berlatih di tempt masing-masing di saat-saat tenag dan senggang.

Demikianlah tata cara hening dan Racut yangsering dilaksanakan oleh setiap Warga Sapta Dharma.

J. Olah Rasa

Olah rasa ini dimaksudkan untuk mencapai budi yang lhuru yang harus dimiliki oleh setiap Satria Utama. Yaitu mereka yang ingin senantiasa waspada penuh Waskita bijaksana dalam melihat, mendengar dan berkata ataupun mencium sesuatu bau.

Dengan demikian maka dalam Ajaran Sapta Dharma diadakan semacam cara Semadi yang khusus buat itu, yang dilakuakn sesudah Sujud Dasar.

“Sesudah Sujud Dasar, pemusatan pikiran dan rasa dipindahkan kedua belah tangan dengan mengucapkan Njaluk Gerake Bagindo Kilir artinya minta geraknya Bagindo Kilir berkenaan mengobati untuk mengobatinya.” (memohon Bagindo Kilir berkenan mengobati). Semadi khusus ini dilakukan di sebuah ruangan Sangar yang dijaga oleh seorang Panuntun. Tata cara ini berbahaya jika terjadi motah atau gila semacam cara berkenalan dengan saudara dua belas itu satu persatu lewat jalan semadi. Adapun yang biasanya bertindak sebagai panuntun ialah Rd. Adjeng Soewartini alias Sri Pawenang sebagai panuntun Wanita. Sedang Bopo Sri Gutama. Pak Kasdi, R. Soepeno Surjosugondo, R. Rachmat Wirjokusoema dan R.S. Soegondo masing-masing sebagai penuntun pria.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sapta Dharma adalah suatu perkembangan tentang kepercayaan masyarakat yang mempunyai kewajiban oleh penganutnya, atau “tujuh kewajiban suci” yang dilakukan oleh penganutnya. Dalam sapta Dharma terdapat: Pancasila Allah/. Roh dan Alam. Kekasih Hyang, sembahyang, hening dan racut serta saudara dua belas.

Sapta Dharma merupakan kepercayaan masyarakat yang berasal dari sri pawenang alias R. Soewartini yang berpusat di Yogyakarta dan berkembang pesat hingga sekarang.


DAFTAR PUSTAKA

As’ad EL Hafidy. H.M. Aliran-aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, PT. Gnalia Indonesia. Makasar 1964.

Pawenang Sri S.H. Ceramah Kerokhanian Sapta Dharma, Jakarta, 1965

______________, Dari Gelap Menjadi Terang, Yogyakarta, 1965.

______________, Wewarah Agama Sapta Dharma, Yogyakarta Srati Dharma, Yogyakarta, tanpa tahun.



[1]Sri Pawenang, S.H. Dari Gelap Menjadi Terang, Yogyakarta, 1965 hal. 6.

[2]Sri Pawenang, S.H. Wewarah Agama Sapta Dharma, Yayasan Srati Darma, Yogyakarta, tanpat taahun, hal. 14-15.

[3] Ibid. hal. 16.

*jenazahnya di bakar kemudian abunya dilarung ke laut

[4]Ibid. hal. 27-28 bab II.

[5]Sri Pawenang, S.H. Loc.cit

[6]Sri Pawenang, S.H. Op. Cit, bab V.

[7]Sri Pawenang, S.H. Op. Cit,hal. 11-12.

[8]Sri Pawenang, S.H. loc. Cit.

0 comments: