BERIMAN KEPADA ALLAH DAN RASUL

Wednesday, November 5, 2008

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai mana yang telah kita ketahui bersama bahwa kita tidak akan lepas dengan apa yang namanya aturan-aturan yang terkait dengan hidup dan kehidupan kita sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk mentaati dan mematuhi segala ajarannya.

Sebagai umat islam kita harus berpegang teguh kepada tali agama Allah swt yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dan telah kita ketahui pula banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang kita jadikan pedoman menjalani kehidupan agar mencapai ridha Allah swt.

Untuk menjadi umat islam yang sempurna maka kita harus beriman kepada Allah swt dan rasulnya dan kitab-kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Di kesempatan ini kami akan membahas tentang penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban mematuhi Allah dan rasul-Nya.

BAB II

PEMBAHASAN

136. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.

Setelah memerintahkan berbuat adil, dan agar keadilan dapat berkesinambungan dari seseorang dan dapat terus-menerus ditegakkan, maka dilanjutkannya dengan nasihat yang dapat mengantar ke arah penegakkan keadilan dan kesinambungannya yaitu memelihara dan terus-menerus meningkatkan keimanan. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pelihara dan asah serta asuh iman itu, demikian juga iman kepada kitab yang Allah turunkan sekaligus sebelumnya seperti Taurat, Injil, dan Zabur. Barang siapa yang membawanya kepada nabi-nabi dan barang siapa yang kafir kepada Llah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dari jenis manusia atau malaikat dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Panggilan kepada orang-orang yang beriman pada awal ayat ini, yang disusul dengan perintah beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman tetapi ada sesuatu yang kurang dalam keimanan mereka sehingga ayat ini memerintahkan untuk menyempurnakannya. Penganut faham ini menyatakan bahwa meraka yang diajak oleh ayat ini adalah sementara bekas penganut agama Yahudi yang telah masuk Islam tetapi masih terdapat dalam benak mereka hal-hal yang mereka percayai, yang tidak sejalan dengan iman Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Ada juga yang memahami ayat ini ditujukkan kepada orang-orang munafik yang memang keimanan masih sangat lemah. Selanjutnya seperti terbaca sebelum ini, ada juga yang memahaminya dalam arti perintah kepda kaum mukminin, agar mempertahankan, bahkan megnasah dan mengasuh iman mereka, agar dari hari ke hari semakin kuat. Memang iman dapat demikian kuat sehingga seperti kata Sayyidan Ali kw. “Seandainya tabir yang mencapai puncaknya).

Thatathaba’I mempunyai pendapat yang sedikit berbeda. Menurutnya perintah beriman untuk orang-orang beriman, adalah perintah mengimani rincian yang disebut oleh ayat ini. Ini menurutnya karena adanya rincian tersebut, yakni beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan seterusnya sebagaimana rincian yang disebut oleh ayat ini. Ini menurutnya karena adanya rincian tersebut, yakni beriman kepada Allah, Rasul-Nya seterusnya sebagaimana terbaca di atas, juga karena adanya ancaman bagi yang meninggalkan keimanan itu, yakni disinggung oleh akhir ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya. Rincian yang disebut oelh ayat ini berkaitan satu dengan lainnya dan mengharuskan yang beriman kepada salah satunya beriman pula pada selainnya. Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki nama-nama/sifat-sifat terpuji. Keyakinan ini mengantar pada keyakinan bahwa Dia juga yang menciptakan makhluk dan member mereka petunjuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi serta membangkitkan mereka kelak di hari kemudian. Ini tidak akan sempurna kecuali dengan mengutus para nabi dan rasul, member mereka kitab suci yang menjadi pedoman untuk menyelesaikan perselisihan manusia serta menjelaskan hal-hal yang berkaitan denga kehidupan dudniawi dan ukhrawi. Demikian terlihat ia saling berkaitan, dan dengan demikian, tidak bermakna percaya kepada salah satunya kecuali setelah percaya kepada lainnya tanpa kecuali. Menolak salah satunya walau mengambil selainnya, mengakibatkan kekufuran bila pelakunya terang-terangan menolaknya, dan kemunafikan bila penolakannya terjadi secara sembunyi. Karena itu pula huruf (و) wauw yang bisa diterjamahkan dan, pada firman-Nya: (من يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر) man yakfur billahi wa mala’ikatihi wa kutubihi wa rusulihi wa al-yaum al-akhir, huruf tersebut tidak diterjemahkan dan, tetapi atau sebagaimana terbaca di atas.

Ayat ini walaupun, hanya menyebut lima hal pokok, tetapi itu tidak berarti hanya kelima hal itu yang menjadi rukun iman atau yang dituntut dari seorang mukmin untuk mempercayainya. Memang, dalam rangkaian ayat ini dan ayat-ayat yang lain tidak ditemukan iman kepada takdir, tetapi sekian banyak ayat yang menegaskan adanya takdir Allah. Di samping adanya hadits shahih yang menetapkan takdir sebagai salah sati bagian dari yang harus diimani. Memang, hendaknya wajar diakui bahwa baik dalam al-Quran maupun hadis tidak ada istilah rukun iman. Di sisi lain, perlu juga dicatat bahwa bukan hanya keenam rukun yang popular itu yang harus Rasul saw, baik melalui al-Quran maupun sunnah yang shahih semuanya harus diimani.

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan

Ayat diatas menyatakan, dan barang siapa yang ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dalam hal berperkara serta selain dari itu dan takut kepada Allah dengan seluruh jiwanya menyangkut dosa-dosa yang pernah dilakukannya serta bertakwa kepada-Nya, yakni berusaha sejak kini untuk menghindari dari siksanya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya maka mereka itulah yang sangat tinggi kedudukannya merupakan orang-orang yang beruntung dengan memperoleh pengampunan Allah dan Surga-Nya

Kata (الفائزون) al-Fa’izun adalah bentuk jama’ dari kata (فائز) faid yakni peraih kemenangan kata tersebut terambil dari kata (فوز) fauz dan biasa diterjemahkan dengan keburuntungan atau kemenangan, Alquran menggunakan kata fauz dalam berbagai bentuknya dalam arti pengampunan dan peroleh surga.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bertakwa kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang beruntung.

2. Dan barang siapa yang kafir terhadap Allah atau Rasul-rasul-Nya maka orang-orang itu telah sesat dengan kesesatan yang jauh.

0 comments: