BAB I
PENDAHULUAN
“Remaja”, kata itu mengandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok manusia lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok yang sering menyusahkan orang tua. Pihak lainnya lagi menganggap bahwa remaja sebagai potensi manusia yang perlu dimanfaatkan.
Pendekataan mana pun yang dijalani oleh Pembina, sebelum ataupun bersamaan dengan usaha kongkrit dilakukan, sangat perlu adanya pengertian dan pemahaman para Pembina terhadap remaja. Satu diantara usaha pengertian dan pemahaman dimaksud adalah dengan mengetahui dan mengerti tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja. Khususnya dalam mengantar remaja menuju kematangan psikis dan ketangan sosialnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Terjadinya banyak perubahan tersebut sering menimbulkan kebingungan-kebingungan atau kegoncangan jiwa remaja, sehingga disebut sebagai periode pubertas.
Mereka bingung karena pikiran dan emosinya berjuang untuk menemukan diri, memahami dan menyeleksi serta melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di masyarakatnya, disamping perasaan ingin bebas dari segala ikatanpun muncul dengan kuatnya. Sementara fisiknya sudah cukup besear, sehingga disebut anak tidak mau dan disebut orang dewasa tidak mampu. Sehingga para ahli menyebutnya sebagai masa peralihan.[1]
B. Fase-fase Remaja dan Ciri Utamanya
Para ahli berbeda-beda pendapatnya mengenai pembagian fase remaja, dikarenakan sulitnya memberi bekas yang pasti.
Menurut Hurlock, dia membagi masa remaja menjadi dua fase, dan masing-masing fase dibaginya ke dalam sub-sub, yaitu:
1. Puberty; yang terbagi pada:
a. Fase prepuberscent : sejak tahun terakhir masa anak
b. Fase puberscent : pemisah antara anak dengan adolescence (kematangan seksual).
c. Fase post-puberscent : sejak akhir pubescent s/d 1-2 tahun masuk ke dalam fase adolescence.
2. Adolescence; yang terbagi pada:
a. Early adolescence : dari usia 13-16 atau 17 tahun
b. Late adolescence: 17 tahun ke atas sampai tercapainya kematangan secara hukum (Hurlock. 1980: 198-227).
Sedangkan Kwee Soen Liang (1980: 11) mengemukakan pembagian fase remaja ini menjadi 3f ase, yaitu:
1. Praepuberteit | Laki-laki : 13-14 tahun Wanita : 12 – 13 tahun |
Pada fase ini disebut sebaai fase negative, sturm and drang | |
2. Puberteit | Laki-laki : 14 – 18 tahun Wanita : 13 – 18 tahun |
Pada fase ini remaja mengalami marindu puja | |
3. Adolescence | Laki-laki : 19 – 23 tahun Wanita : 18 – 21 tahun |
Pada fase ini remaja sedang dalam keadaan stabil |
Kemudian Hurlock (2002 : 57) membagi fase-fase perkembangan remaja menjadi tiga fase, yaitu: remaja awal, remaja tengan dan remaja akhir.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas maka pembagian fase remaja dapat di bagi menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase pra-remaja: mulai usia 12 – 14 tahun
2. Fase remaja : mulai usia 14 – 18 tahun
3. Fase adolescence : mulai usia 18 – 21 tahun[2]
C. Perkembangan Fisik / Seksualitas
1. Fase pra-remaja
a. Pertumbuhan badan sangat cepat, wanita nampak lebih cepat dari pada laki-laki, sehingga dapat menyebabkan seks antagonisme.
b. Pertumbuhan anggota badan dan otot-otot sering berjalan tak seimbang, sehingga dapat menimbulkan kekakuan dan kekurang serasian.
c. Seks primer dan skunder mulai berfungsi dan produktif di tandai dengan mimpi pertama bagi laki-laki, dan menstruasi pertama bagi wanita, (Bandingkan Andi Mappiare, 1982: 28-29).
2. Fase remaja
a. Bentuk badan lebih banyak memanjang daripada melebar, terutama bagian badan, kaki dan tangan.
b. Akibat berproduksinya kelenjar hormon, maka jerawat sering timbul di bagian muka.
c. Timbulnya dorongan-dorongan seksual terhadap lawan jenis, akibat matang-nya kalenjar seks.
3. Fase adolescence (akhir masa remja)
a. Pertumbuhan badan merupakan batas optimal, kecuali pertumbuhan berat badan.
b. Keadaan badan dan anggota-anggotanya menjadi berimbang, muka berubah menjadi simetris sebagaimana layaknya orang dewasa.
D. Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan masa kematangan seksual. Di dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.[3]
Granville Stanley Hall menyebut pada masa remaja awal ini sebagai perasaan yang sangat peka; remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini di istilahkannya sebagai “storm and stress”. Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah sangat dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar dengan rasa sedih, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. Soal lanjutan pendidikan dan lapangan kerja tidak dapat direncanakan dan ditentukannya. Lebih-lebih dalam persahabatan dan cinta, rasa bersahabat sering bertukar menjadi senang.[4] Di masa ini remaja juga ingin mencari kebebasan dan berusaha mencari konsep diri. Pada masa remaja akhir sikap dan perasaan relatif stabil.
E. Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan remaja timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi. Maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialistis[5] sehingga pada fase pra-remaja, remaja mempunyai sikap sosial yang negatif. Namun, pada fase remaja terjadi proses sosial, sehingga remaja mempunyai sikap sosial yang positif, suka bergaul dan membentuk kelompok-kelompok seusia.
Pada fase adolescence, perkembangan sosial remaja berada dalam periode krisis. Karena mereka berada di ambang pintu kedewasaan. Kematangan konsep diri, penerimaan dan penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitar konsep diri, penerimaan dan penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitarnya serta keharusan bertingkah laku sebagai orang dewasa, menjadi tanda Tanya besar bagi mereka, apakah sudah mampu menjadi orang dewasa, menjadi tanda Tanya besar bagi mereka, apakah sudah mampu menjadi orang dewasa dengan segala tugas dan tanggung jawabnya (Zakiah Drajad: 1977: 119).
F. Perkembangan Berpikir
Perkembangan berpikir pada remaja itu lebih kritis dibandingkan pada masa anak-anak. Pada fase remaja tingkat berpikir berada dalam stadium operasional formal yang bersifat verbal yang menekankan pada penggunaan rasio atau logika. Kemudian kemampuan berpikir operasional formal nampaknya mencapai kematangan pada fase adolescence, sehingga mampu menyusun rencana-rencana, menyusun alternative dan menentukan pilihan dalam hidup dan kehidupannya.
G. Perkembangan Moral/Nilai
Organ-organ seks yang telah matang menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula, ada keberanian mereka menonjolkan seks sarta keberanian dalam pergaulan dan menyerempet bahaya. Dari keadaan tersebut itulah kemudian sering timbul masalah dengan orang tua atau orang dewasa lainnya, hal ini terjadi sekitar usia 15 – 17 tahun.[6] Setelah masa ini, stabilitas mulai timbul dan meningkat, remaja lebih dapat mengadakan penyesuaian-penyusaian dalam aspek kehidupannya.
H. Perkembangan Jiwa Agama
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, seperti yang dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral. Sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Yang mana Tuhan dibayangkan sebagai orang yang berada di awan. Sehingga pada masa remaja mereka mungkin barusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Dalam studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu format operational religious Thought, dimana remaja memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis.
Secara fisik remaja sudah berpenampilan dewasa, tetapi secara psikologis belum. Ketidakseimbangan ini menjadikan terombang-ambing. Menghadapi gejala seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya dapat difungsikan. Tokoh dan pemuka agama mempunyai peran strategis untuk mampu melakukan pendekatan yang tepat.
Melalui pendekatan dan penelitian nilai-nilai ajaran agama yang baik, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja. Bahkan agama itu mengundang nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu pada pembentukan sikap akhlak mulia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis.
Menurut Hurlock, dia membagi masa remaja menjadi dua fase, yaitu, masa puberty dan masa adolescence sedangkan Kwoe Soen Liang, membagi fase remaja menjadi tiga fase, yaitu: praepuberteit, puberteit, dan adolescence.
Ciri-ciri penting remaja awal yaitu sekitar 12/13 – 17/18 tahun, seperti yang diungkapkan oleh Hurlock, yaitu: keinginan untuk menyendiri, berkurang kemauan untuk bekerja, kurang koordinasi fungsi-fungsi, kejemuan, kegelisahan, kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan timbul minat pada lawan jenis.
Ciri-ciri penting remaja akhir yaitu sekitar 17/18 – 21/22, ialah stabilitas mulai timbul dan meningkat, pandangan yang lebih realitas, menghadapi masalah secara lebih matang, serta perasaan menjadi lebih tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, H. 2007, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mappiare, Andi, 1982, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional.
Mubin dan Ani Cahyadi, 2006, Psikolgo Perkembangan,Ciputat, Quantum Teaching.
[1]Mubin dan Ani Cahyadi, 2006 , Psikolgo Perkembangan, Quantum Teaching, hal. 103.
[2]Ibid , hal. 104-106.
[3]H. Jalaluddin, 2007, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, hal. 75.
[4]Andi Mappiare, 1982, Psikologi Remaja, Usaha Nasional, hal. 30.
[5]Op.cit, hal. 75.
[6]Op.cit, hal. 33.
1 comments:
thank's
Post a Comment